Spirit Of Banten : Edisi Cibedug, Sepotong Peradaban Atlantis di Lereng Gunung Halimun 3
Bagian 3
https://www.youtube.com/playlist?list=PLrOL3iBm5pVJMDvzaV4OMSIELyWew0RIA
Saat dicek, tempat yang diduga sebagai sumber
bunyi bedug itu ternyata banyak ditemukan batu bulat lonjong, menhir dan
susunan batu bulat yang menyerupai punden berundak yang diduga sebagai tempat
beribadah generasi dengan budaya yang lebih primitif dibanding dengan susunan
batu di Situs Gunung Padang. Sehingga tempat tersebut dijadikan tempat keramat
yang harus dijaga dan dilestarikan. Berbeda dengan Kasepuhan Adat Banten Kidul
lainnya seperti Kasepuhan Ciptagelar, Cisitu, Cisungsang, Cicarucub dan Citorek
yang memiliki alat kesenian Angklung Buhun, maka Kasepuhan Cibedug ini hanya
memiliki alat kesenian Kendang, yang dimainkan sama seperti Angklung Buhun,
yaitu hanya pada saat upacara tanam padi dan seren taun. Untuk sumber listrik,
sudah 10 tahun menggunakan mikrohydro dan panel tenaga surya. Sedangkan
tiang-tiang listrik yang sudah terpasang dari bantuan pemerintah, sudah 2 tahun
ini belum berfungsi. Jadi jangan heran jika kita tidak bisa mencharger hp
maupun laptop. Jadi baiknya membawa power bank! Berbicara masalah pendidikan,
di Kasepuhan Cibedug hanya ada Sekolah Dasar saja. Untuk SMP nya berada di
Citorek yang letaknya sekitar 4 jam jalan kaki. Jadi, untuk anak-anak yang
melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMP, maka harus menginap di Citorek,
pulangnya hanya hari sabtu minggu. Untuk masalah kesehatan, belum ada klinik
apalagi puskesmas. Jadi jika ada yang sakit, cukup diobati secara tradisional
dan menggunakan obat alami dari tanaman yang ada di Cibedug. Bagi ibu-ibu yang
mau melahirkan, ada paraji (seperti bidan) yang akan membantu proses
melahirkan. Anak laki-lakinya disunat sama bengkong menggunakan pisau yang
sangat tajam sekali. Sepertinya obrolan malam ini dicukupkan saja, karena sudah
sangat lelah sekali, dan tidak sabar menanti esok hari untuk melihat langsung
Situs Cibedug. Saya pun mengambil posisi tidur dengan posisi kepala di sebelah
Selatan dan menghadap Kiblat sesuai anjuran Olot Baji sambil memeluk Alang yang
sudah tidur duluan. Saya sempat terbangun karena badan menggigil kedinginan.
Tidak ada selimut atau jaket, padahal di ransel sudah saya siapkan buat
kenyamanan tidur. Menjelang adzan subuh saya betul-betul bangun karena dari
surau kampung terdengar ajakan untuk sholat subuh berjamaah. Saya lihat pak
Saptono pun sudah bangun dan sholat di teras rumah. Saya pun ngambil air wudhu
di kamar mandi rumah olot. Namun sayang, keinginan saya mau sholat subuh di
surau kampung sirna karena hujan dan pak Saptono pun mengatakan sudah masuk
waktu subuh. Jadilah saya sholat di teras rumah. Selesai sholat, saya mendengar
suara adzan dari surau. Wah ternyata Pak Saptono masih jetlag! Sambil menanti
Alang dan teman-teman lain bangun, saya coba menyiapkan skuaDRONE untuk
mendokumentasikan Kasepuhan Cibedug. Sebenarnya saya ingin sekali keliling
kampung, namun sayang cuaca tidak mendukung dan menjadi keraguan saya apakah Drone
ini bisa diterbangkan atau tidak. Alang pun bangun dan ikut merakit Drone.
Selesai dirakit, saya coba hubungkan Galaxy Tab S2 dengan kontrol Drone
menggunakan kabel data. Ternyata tidak terhubung dan ini yang selalu menjadi
masalah utama. Bolak balik kabel datanya dicabut dan dihubungkan lagi, tetap
saja gagal. Wah, sepertinya bakal menjadi risiko petualangan lagi nih. Bawa
berat-berat dengan mengorbankan ransel yang berisi baju ganti bakal sia-sia.
Untuk menghibur kekecewaan, saya coba mendokumentasikan suasana pagi
menggunakan kamera hp. Posisi Rumah Olot Baji ada di central kampung. Bagian
depannya adalah tanah lapang menghadap jalan utama menuju Citorek. Kanan kiri
tanah lapang adalah rumah penduduk. Sehingga antara Rumah Olot dan rumah
penduduk membentuk huruf U. Rumah-rumah di Kasepuhan Cibedug ini merupakan
rumah panggung yang menggunakan umpak dari batu kali sehingga tidak bersentuhan
dengan tanah langsung. Materialnya didominasi dari kayu dengan atap berbentuk
berbentuk pelana dari bahan ijuk atau daun krei. Meskipun di beberapa rumah
sudah menggunakan bahan seng. Ini menandakan bahwa di daerah tersebut bahan
ijuk/krei sudah sulit ditemui, meskipun ada, sudah jarang ada orang yang bisa
membuat material alam itu untuk atap rumahnya. Layout ruangnya terdiri dari
teras, ruang bersama, kamar tidur, ruang makan, 2 kamar tidur, kamar mandi,
dapur dengan tungku untuk masaknya (paraseuneu) dan gudang makanan. Rumah Olot
terlihat lebih besar dibanding rumah lainnya. Untuk lantainya pun dari kayu,
sedangkan yang lainnya dari palupuh (bambu yang dipecah). Mata pencaharian
utamanya adalah sebagai petani. Jadi, meskipun cuacanya hujan, para penduduknya
sudah sibuk lalu lalang dari pagi buta menuju sawah ladang. Masih penasaran
dengan belum terhubungnya tablet dan kontrol Drone, meskipun telah mengorbankan
satu batere, saya coba meminjam kabel data yang lain. Alhamdulillah terhubung
juga akhirnya, tidak sia-sia saya membawanya, meskipun cuaca masih hujan, saya
paksakan saja untuk terbang mendokumentasikan kawasan Kasepuhan Cibedug.
Lumayan, sekalian menambah jam terbang sebagai Pilot Drone. Sayang sekali di
Rumah Olot tidak bisa charger batere karena sumber listriknya dari mikrohydro
dan panel surya hanya bisa untuk lampu saja. Meskipun bawa batere 5, hanya 4 batere
yang bisa digunakan dan untuk keamanan, masing-masing hanya terbang sekitar 15
menit. Sekitar 1 jam, saya dokumentasikan Kasepuhan Cibedug mulai dari
ketinggian 0 m sampai 120 m. Pola penataan kawasannya bisa menjadi contoh untuk
kawasan lain. Seperti obrolan semalam dengan Olot Baji, kawasan Cibedug ini
terbagi dalam tiga ruang, yaitu ruang untuk lahan titipan, tutupan dan cadangan
(olahan). Lahan titipan adalah lahan yang tidak boleh dimanfaatkan baik kayu
maupun non kayunya, berfungsi sebagai pancer bumi penjaga keseimbangan alam. Di
lahan inilah letak Situs Cibedug berada, yang merupakan titipan generasi masa
lalu untuk generasi yang akan datang. Lahan tutupan adalah lahan yang boleh
dimanfaatkan non kayunya, berfungsi sebagai penjaga mata air sumber kehidupan.
Luasnya sekitar 50% dari luas kawasan Kasepuhan Cibedug. Pantas saja airnya
melimpah, segar dan bisa langsung diminum seperti yang saya temui sepanjang
perjalanan kemarin. Ruang yang ketiga adalah lahan cadangan atau olahan, yaitu
lahan yang dimanfaatkan untuk hunian, pertanian seperti ladang, sayuran dan
lain-lain. Luasnya sekitar 20% dengan pertanian utamanya adalah menanam padi
yang dilakukan hanya satu kali dalam satu tahun. Bentuk sawahnya terasering
mengikuti bentuk lahannya dan terlihat eksotik sekali dari kamera Drone.
Sayang, saat ini baru mau mulai musim tanam, jadi yang terlihat hanya tanah
sawah yang habis diolah. Sambil menunggu sarapan dan kode dari Olot kapan bisa
memasuki area Situs Cibedug. Teman-teman yang lain keliling kampung menikmati
pagi dengan gerimis yang tak kunjung berhenti. Mereka memotret bangunan SD
satu-satunya yang ada di Cibedug dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Sayangnya, tidak ada guru atau siswa yang bisa ditemui karena ternyata hari
sabtu itu hari libur sekolah. Saya dan Alang masih asyik menikmati bentang alam
Kasepuhan Cibedug melalui kamera Drone. Luar biasa sekali keindahan alamnya dan
nampak jelas sekali pembagian ruang tanah tutupan yang masih berupa hutan di
puncak, lereng dan lembah, tanah titipan dengan Situs Cibedugnya yang dekat
dengan gerbang masuk ke kampung dan tanah cadangan berupa pemukiman, sawah,
perkebunan, sungai dan jalan akses. Dengan kamera Drone juga saya potret
suasanan pagi di Kasepuhan Cibedug. Anak-anak pada berkumpul semua melihat
benda yang masih sangat asing bagi mereka. Hasilnya pun, saya perlihatkan ke
mereka. Senang sekali bisa berbagi dengan anak-anak yang hidupnya sangat dekat
dengan alam. Akhirnya, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba, sekitar jam 10, Olot
Baji dan jajarannya telah selesai menyiapkan Situs untuk menerima kunjungan
kami. Sebelum menuju situs, kita sempatkan untuk mendokumentasikan dan berfoto
bersama menggunakan sisa-sisa batere Drone. Untuk memasuki Situs Cibedug, harus
melewati satu-satunya jembatan yang melintas di sungai Cibedug. Tidak begitu
panjang jembatannya, hanya sekitar 6 m, tapi rasa mistiknya mulai terasa saat
melewati jembatan dan ditambah lagi dengan suara derasnya aliran sungai yang
terhalang batu-batu kali. Sebagai gerbang situs adalah sebuah Batu Lonjong
berbentuk Menhir. Saya jadi teringat Obelix, jangan-jangan Obelix pernah mampir
ke Cibedug mengambil batu menhir. Menurut Olot Baji, barang siapa yang bisa
memeluk batu tersebut maksimal 3 orang, maka diperbolehkan membawa artefak yang
ada di situs. Ternyata memang tidak ada yang bisa memeluk penuh batu tersebut.
Alhamdulillah, jadi artefak-artefaknya masih tetap terjaga. Setelah gerbang,
mulailah memasuki kompleks Cibedug melalui anak tangga dari susunan batu kali
yang berjumlah 33 anak tangga. Hati-hati karena batunya sudah berlumut dan
terdapat akar pohon serta gerimis, jadi licin sekali tangganya. Di pelataran
pertama ini, saya melihat susunan batu yang membentuk dua ruang, yaitu bentuk
persegi panjang besar dan kecil, seperti ruang sholat, karena orientasinya ke
arah kiblat, ruang yang besar untuk jama'ah dan ruang yang kecil untuk imam.
Selain itu, di pelataran lainnya terdapat batu-batu menyerupai batu nisan atau
kompleks makam seperti pada umumnya sebuah kompleks Masjid.
https://www.youtube.com/playlist?list=PLrOL3iBm5pVJMDvzaV4OMSIELyWew0RIA
Comments