Spirit Of Banten : Edisi Cibedug, Sepotong Peradaban Atlantis di Lereng Gunung Halimun 3

Bagian 3
Saat dicek, tempat yang diduga sebagai sumber bunyi bedug itu ternyata banyak ditemukan batu bulat lonjong, menhir dan susunan batu bulat yang menyerupai punden berundak yang diduga sebagai tempat beribadah generasi dengan budaya yang lebih primitif dibanding dengan susunan batu di Situs Gunung Padang. Sehingga tempat tersebut dijadikan tempat keramat yang harus dijaga dan dilestarikan. Berbeda dengan Kasepuhan Adat Banten Kidul lainnya seperti Kasepuhan Ciptagelar, Cisitu, Cisungsang, Cicarucub dan Citorek yang memiliki alat kesenian Angklung Buhun, maka Kasepuhan Cibedug ini hanya memiliki alat kesenian Kendang, yang dimainkan sama seperti Angklung Buhun, yaitu hanya pada saat upacara tanam padi dan seren taun. Untuk sumber listrik, sudah 10 tahun menggunakan mikrohydro dan panel tenaga surya. Sedangkan tiang-tiang listrik yang sudah terpasang dari bantuan pemerintah, sudah 2 tahun ini belum berfungsi. Jadi jangan heran jika kita tidak bisa mencharger hp maupun laptop. Jadi baiknya membawa power bank! Berbicara masalah pendidikan, di Kasepuhan Cibedug hanya ada Sekolah Dasar saja. Untuk SMP nya berada di Citorek yang letaknya sekitar 4 jam jalan kaki. Jadi, untuk anak-anak yang melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMP, maka harus menginap di Citorek, pulangnya hanya hari sabtu minggu. Untuk masalah kesehatan, belum ada klinik apalagi puskesmas. Jadi jika ada yang sakit, cukup diobati secara tradisional dan menggunakan obat alami dari tanaman yang ada di Cibedug. Bagi ibu-ibu yang mau melahirkan, ada paraji (seperti bidan) yang akan membantu proses melahirkan. Anak laki-lakinya disunat sama bengkong menggunakan pisau yang sangat tajam sekali. Sepertinya obrolan malam ini dicukupkan saja, karena sudah sangat lelah sekali, dan tidak sabar menanti esok hari untuk melihat langsung Situs Cibedug. Saya pun mengambil posisi tidur dengan posisi kepala di sebelah Selatan dan menghadap Kiblat sesuai anjuran Olot Baji sambil memeluk Alang yang sudah tidur duluan. Saya sempat terbangun karena badan menggigil kedinginan. Tidak ada selimut atau jaket, padahal di ransel sudah saya siapkan buat kenyamanan tidur. Menjelang adzan subuh saya betul-betul bangun karena dari surau kampung terdengar ajakan untuk sholat subuh berjamaah. Saya lihat pak Saptono pun sudah bangun dan sholat di teras rumah. Saya pun ngambil air wudhu di kamar mandi rumah olot. Namun sayang, keinginan saya mau sholat subuh di surau kampung sirna karena hujan dan pak Saptono pun mengatakan sudah masuk waktu subuh. Jadilah saya sholat di teras rumah. Selesai sholat, saya mendengar suara adzan dari surau. Wah ternyata Pak Saptono masih jetlag! Sambil menanti Alang dan teman-teman lain bangun, saya coba menyiapkan skuaDRONE untuk mendokumentasikan Kasepuhan Cibedug. Sebenarnya saya ingin sekali keliling kampung, namun sayang cuaca tidak mendukung dan menjadi keraguan saya apakah Drone ini bisa diterbangkan atau tidak. Alang pun bangun dan ikut merakit Drone. Selesai dirakit, saya coba hubungkan Galaxy Tab S2 dengan kontrol Drone menggunakan kabel data. Ternyata tidak terhubung dan ini yang selalu menjadi masalah utama. Bolak balik kabel datanya dicabut dan dihubungkan lagi, tetap saja gagal. Wah, sepertinya bakal menjadi risiko petualangan lagi nih. Bawa berat-berat dengan mengorbankan ransel yang berisi baju ganti bakal sia-sia. Untuk menghibur kekecewaan, saya coba mendokumentasikan suasana pagi menggunakan kamera hp. Posisi Rumah Olot Baji ada di central kampung. Bagian depannya adalah tanah lapang menghadap jalan utama menuju Citorek. Kanan kiri tanah lapang adalah rumah penduduk. Sehingga antara Rumah Olot dan rumah penduduk membentuk huruf U. Rumah-rumah di Kasepuhan Cibedug ini merupakan rumah panggung yang menggunakan umpak dari batu kali sehingga tidak bersentuhan dengan tanah langsung. Materialnya didominasi dari kayu dengan atap berbentuk berbentuk pelana dari bahan ijuk atau daun krei. Meskipun di beberapa rumah sudah menggunakan bahan seng. Ini menandakan bahwa di daerah tersebut bahan ijuk/krei sudah sulit ditemui, meskipun ada, sudah jarang ada orang yang bisa membuat material alam itu untuk atap rumahnya. Layout ruangnya terdiri dari teras, ruang bersama, kamar tidur, ruang makan, 2 kamar tidur, kamar mandi, dapur dengan tungku untuk masaknya (paraseuneu) dan gudang makanan. Rumah Olot terlihat lebih besar dibanding rumah lainnya. Untuk lantainya pun dari kayu, sedangkan yang lainnya dari palupuh (bambu yang dipecah). Mata pencaharian utamanya adalah sebagai petani. Jadi, meskipun cuacanya hujan, para penduduknya sudah sibuk lalu lalang dari pagi buta menuju sawah ladang. Masih penasaran dengan belum terhubungnya tablet dan kontrol Drone, meskipun telah mengorbankan satu batere, saya coba meminjam kabel data yang lain. Alhamdulillah terhubung juga akhirnya, tidak sia-sia saya membawanya, meskipun cuaca masih hujan, saya paksakan saja untuk terbang mendokumentasikan kawasan Kasepuhan Cibedug. Lumayan, sekalian menambah jam terbang sebagai Pilot Drone. Sayang sekali di Rumah Olot tidak bisa charger batere karena sumber listriknya dari mikrohydro dan panel surya hanya bisa untuk lampu saja. Meskipun bawa batere 5, hanya 4 batere yang bisa digunakan dan untuk keamanan, masing-masing hanya terbang sekitar 15 menit. Sekitar 1 jam, saya dokumentasikan Kasepuhan Cibedug mulai dari ketinggian 0 m sampai 120 m. Pola penataan kawasannya bisa menjadi contoh untuk kawasan lain. Seperti obrolan semalam dengan Olot Baji, kawasan Cibedug ini terbagi dalam tiga ruang, yaitu ruang untuk lahan titipan, tutupan dan cadangan (olahan). Lahan titipan adalah lahan yang tidak boleh dimanfaatkan baik kayu maupun non kayunya, berfungsi sebagai pancer bumi penjaga keseimbangan alam. Di lahan inilah letak Situs Cibedug berada, yang merupakan titipan generasi masa lalu untuk generasi yang akan datang. Lahan tutupan adalah lahan yang boleh dimanfaatkan non kayunya, berfungsi sebagai penjaga mata air sumber kehidupan. Luasnya sekitar 50% dari luas kawasan Kasepuhan Cibedug. Pantas saja airnya melimpah, segar dan bisa langsung diminum seperti yang saya temui sepanjang perjalanan kemarin. Ruang yang ketiga adalah lahan cadangan atau olahan, yaitu lahan yang dimanfaatkan untuk hunian, pertanian seperti ladang, sayuran dan lain-lain. Luasnya sekitar 20% dengan pertanian utamanya adalah menanam padi yang dilakukan hanya satu kali dalam satu tahun. Bentuk sawahnya terasering mengikuti bentuk lahannya dan terlihat eksotik sekali dari kamera Drone. Sayang, saat ini baru mau mulai musim tanam, jadi yang terlihat hanya tanah sawah yang habis diolah. Sambil menunggu sarapan dan kode dari Olot kapan bisa memasuki area Situs Cibedug. Teman-teman yang lain keliling kampung menikmati pagi dengan gerimis yang tak kunjung berhenti. Mereka memotret bangunan SD satu-satunya yang ada di Cibedug dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sayangnya, tidak ada guru atau siswa yang bisa ditemui karena ternyata hari sabtu itu hari libur sekolah. Saya dan Alang masih asyik menikmati bentang alam Kasepuhan Cibedug melalui kamera Drone. Luar biasa sekali keindahan alamnya dan nampak jelas sekali pembagian ruang tanah tutupan yang masih berupa hutan di puncak, lereng dan lembah, tanah titipan dengan Situs Cibedugnya yang dekat dengan gerbang masuk ke kampung dan tanah cadangan berupa pemukiman, sawah, perkebunan, sungai dan jalan akses. Dengan kamera Drone juga saya potret suasanan pagi di Kasepuhan Cibedug. Anak-anak pada berkumpul semua melihat benda yang masih sangat asing bagi mereka. Hasilnya pun, saya perlihatkan ke mereka. Senang sekali bisa berbagi dengan anak-anak yang hidupnya sangat dekat dengan alam. Akhirnya, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba, sekitar jam 10, Olot Baji dan jajarannya telah selesai menyiapkan Situs untuk menerima kunjungan kami. Sebelum menuju situs, kita sempatkan untuk mendokumentasikan dan berfoto bersama menggunakan sisa-sisa batere Drone. Untuk memasuki Situs Cibedug, harus melewati satu-satunya jembatan yang melintas di sungai Cibedug. Tidak begitu panjang jembatannya, hanya sekitar 6 m, tapi rasa mistiknya mulai terasa saat melewati jembatan dan ditambah lagi dengan suara derasnya aliran sungai yang terhalang batu-batu kali. Sebagai gerbang situs adalah sebuah Batu Lonjong berbentuk Menhir. Saya jadi teringat Obelix, jangan-jangan Obelix pernah mampir ke Cibedug mengambil batu menhir. Menurut Olot Baji, barang siapa yang bisa memeluk batu tersebut maksimal 3 orang, maka diperbolehkan membawa artefak yang ada di situs. Ternyata memang tidak ada yang bisa memeluk penuh batu tersebut. Alhamdulillah, jadi artefak-artefaknya masih tetap terjaga. Setelah gerbang, mulailah memasuki kompleks Cibedug melalui anak tangga dari susunan batu kali yang berjumlah 33 anak tangga. Hati-hati karena batunya sudah berlumut dan terdapat akar pohon serta gerimis, jadi licin sekali tangganya. Di pelataran pertama ini, saya melihat susunan batu yang membentuk dua ruang, yaitu bentuk persegi panjang besar dan kecil, seperti ruang sholat, karena orientasinya ke arah kiblat, ruang yang besar untuk jama'ah dan ruang yang kecil untuk imam. Selain itu, di pelataran lainnya terdapat batu-batu menyerupai batu nisan atau kompleks makam seperti pada umumnya sebuah kompleks Masjid.























https://www.youtube.com/playlist?list=PLrOL3iBm5pVJMDvzaV4OMSIELyWew0RIA

Comments

Popular posts from this blog

Pepadone Wong Serang, Kamus Base Jawe Serang

Kisah Gantarawang dan Abah Manta Sang Kuncen Terakhir

Asal Usul Jalan Kiyai Haji Sulaiman di Kota Serang Banten