Spirit Of Banten : Dongeng Cisadane dan Mimpi Membangun Tol Sungai di Kota Metro Tangerang Raya 1

Bagian Pertama
Sejarah kehidupan manusia berabad-abad terdahulu, tidak akan lepas dari peranan sungai. Di sungailah lahir peradaban besar kuno, seperti Mesir kuno yang lahir di lembah sungai Nil, bangsa besar Cina yang lahir dari Sungai Huang Ho, Persia yang perkasa dari dua sungai Eufrat dan Tigris, dan India kuno dari sungai Gangga. Begitu juga dengan Indonesia, seperti Salakanagara, Kutai, Tarumanagara, Pajajaran, Majapahit dan Sriwijaya. Sungai menjadi titik nadir kehidupan peradaban pada saat itu.
Cisadane adalah nama salah satu sungai di bagian Barat Pulau Jawadwipa yang terkenal dengan legenda Nyi Sadana, seorang Puteri Perkasa dengan Rambutnya yang panjang terurai dari hulu di Pajajaran sampai muara di tengah-tengah Banten dan Sunda Kelapa. Wali-wali Allah yang menebarkan kebaikan di tanah Jawara sudah banyak dilahirkan sepanjang aliran Cisadane ini.
Kini, di jaman yang serba gadget, Cisadane tetap memiliki peran yang sangat penting dalam mengalirkan peradaban dunia yang kian panas dengan hutan betonnya. Selain sebagai jalur ekonomi bagi warga untuk berbagai komoditi, juga sebagai sumber kehidupan bagi warga sekitar karena kaya dengan berbagai jenis ikan seperti ikan senggal, lele, patin, betik, belarak, bayong dan lain-lain.
Khusus di bagian hilir dan muara, di wilayah Tangerang yang sekarang menjadi Kota Metro Tangerang Raya (Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang), dongeng Cisadane tentang keberadaan hewan langka sejenis Kuda Nil, Teluk Gong hingga tentang Istana Buaya di dasar sungai terus mengalir dan membelah di tengah pesatnya pertumbuhan property Tangerang Raya.
Seperti yang diceritakan oleh Kang Uten Sutendi, Hewan Kuda Nil sering muncul di sekitar jembatan Serpong, dan para Kokolot di pinggiran Cisadane tiap bulan Mulud masih memberi sesajen dengan menyembelih seekor ayam jago, kemudian dilepas ke Cisadane. Teluk gong, terletak di depan kantor Kecamatan Serpong, persis di belokan sungai. Airnya tenang, hingga sekarang belum ada yang tahu tingkat kedalaman. Saya pernah ambil sebatang bambu utuh, belum tandas juga. Di teluk ini dahulu orang yang mau hajat, pesta pernikahan, datang memberi sesajen. Lalu muncul gong dari balik air, dan gong itu kemudian dipakai untuk tetabuhan saat pesta.
Tidak jauh dari lokasi Teluk Gong, ada Sungai Jelitreng. Anak Sungai Cisadane itu diberi nama saat Eyang Prabu Siliwangi bertapa di atas batu selama 12 tahun. Tujuannya untuk MENJALA TERANG ( kemudian menjadi Jelitreng), mencari cahaya kebenaran. Di ujung dan pinggir Sungai Jelitreng berdiri Kerajaan Hindu Tua PAKUON, yang letaknya sekarang menjadi Perumahan The Green. Dulu, di sana ada air terjun besar sekaligus pintu masuk pusat kerajaan.
Ketika Islam masuk di bawah Kesultanan Banten, Sultan Tirtayasa mengutus anaknya, Tb. Muhammad Atief, beliau diberi kekuasaan menyebarkan Islam dan lahan seluas 32 ha. Di atas lahan itu ia membangun Masjid Cilenggang ( sebagai mas kawin) dan pusat logistik, Keramat Tajug (kini luasnya tinggal 1,3 ha). Sungai Jelitreng dan Cisadane menjadi jalur transportasi penting bagi Tb. Latief saat peperangan melawan VOC, dan hubungan perdagangan dengan Banten dan negara lain. Cilenggang dulu memiliki nilai.keramat, karena semua penduduknya keturunan Tb. Atief. Tertata indah, rapih, religi, hingga menjadi desa wisata budaya. Banyak orang pintar dan hebat tinggal di sana. Sekarang sudah kehilangan nilai keramat, tetapi benda pusaka Kesultanan Banten hampir seluruhnya saat ini terkumpul dan tersimpan di Cilenggang.
Mimpi membangun Tol Sungai di sepanjang hilir muara Cisadane sepertinya akan segera terwujud. Dimulai dengan Ekspedisi Cinta Cisadane yang digagas secara spontan oleh Group WhatsApp Tangsel Club pada hari minggu, 14 Agustus 2016, dari Kranggan sampai Jembatan Kampung Aer sepanjang kira-kira 13.5 km selama kurang lebih 4 jam, berhasil memotret kondisi eksisting Cisadane. Dari potret tersebut, banyak gagasan dan ide-ide liar terlontar dari para peserta ekspedisi seperti fasilitas untuk sepeda, jogging track, pasar terapung dan lain-lain.
Di bantarannya dibangun Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Publik. Kampung-kampung eksisting ditata menjadi Kampung Eko Wisata Inovatif. Lahan-lahan tidur dijadikan Civic Center dan pusat kegiatan kreativitas yang dikelola oleh komunitas dan disediakan juga pasar ekonomi kreatif untuk memasarkan hasil produk kreatifnya. Transportasi sungai dibuat untuk menghubungkan kampung-kampung eksisting dan Civic Center melalui dermaga, kapal, perahu dan rakit.
Tol sungai ini akan menjadi salah satu instrumen yang sangat vital yang akan menjaga sejarah peradaban manusia di jaman yang serba digital. Di sini, sungai bukan lagi bagian belakang dari sebuah kawasan. Tapi merupakan bagian depan sebuah kawasan yang harus dijaga, dilestarikan dan ditata sehingga tetap menjadi sumber kehidupan bagi manusia dan keseimbangan alam semesta raya.










https://www.youtube.com/playlist?list=PLrOL3iBm5pVIMl-CedK7ZnD-kO2Z1hePf

Comments

Popular posts from this blog

Pepadone Wong Serang, Kamus Base Jawe Serang

Kisah Gantarawang dan Abah Manta Sang Kuncen Terakhir

Asal Usul Jalan Kiyai Haji Sulaiman di Kota Serang Banten