Spirit Of Banten : Edisi Cibanten, Peradaban yang Ditinggalkan
Peradaban-peradaban besar lahir dari
tepian sungai. Sebut saja Persia yang kuat dengan Sungai Eufrat dan Tigrisnya,
Mesir Kuno dengan Sungai Nilnya, India Kuno dengan Sungai Gangganya, China
dengan Sungai Huang Ho nya dan masih banyak lagi di Benua Europa dan Amerika.
Begitupun di Indonesia, seperti Salakanagara, Kutai, Tarumanagara, Padjadjaran,
Majapahit dan Sriwijaya. Juga Banten dengan Cibantennya. Sungai menjadi titik
nadir kehidupan peradaban pada saat itu.
Cibanten yang berhulu di sekitar
Gunung Karang dan bermuara di Teluk Banten Laut Jawa, telah melahirkan
Peradaban dengan masa keemasannya di jaman Kesultanan Banten abad 16. Jejak
peradabannya masih bisa dilihat di wilayah Banten Girang terus mengalir sampai
Banten Lama dan Karangantu. Selain situs, di tepiannya berdiri kampung-kampung
tua seperti Kaujon, Kaloran, Kepandean, Kecantilan, Katulisan, Keganteran,
Kasemen, Kenari dan Kasunyatan.
Dibanding dengan sungai-sungai yang
ada di Banten seperti Ciujung, Cilemer, Cisadane, apalagi dengan sungai di luar
Banten, Cibanten bukanlah sungai besar. Mungkin karena jaraknya yang terlalu
pendek antara hulu dengan muaranya. Namun di sini uniknya Cibanten yang telah
melahirkan Peradaban Banten. Tanahnya subur dan menjadi lumbung pangan bagi
masyarakat di wilayah Kesultanan Banten. Selain itu, Cibanten juga digunakan
sebagai jalur transportasi antar kampung. Juga tempat bermain dan mencari ikan.
Dulu, di tahun 80 an sampe 90,
orang-orang masih senang bermain 'kanyutan', yaitu hanyut menggunakan ban dalam
mobil. Biasanya dimulai dari Kaujon dan berakhir di Katulisan. Sepanjang jalur
tersebut sering ditemui orang-orang yang sedang memancing, mandi dan mencuci.
Kadang, ditemui juga orang yang mencari ikannya dengan cara menguras kobakan
(kolam kecil sekitar 40cmx60cm yang terbentuk secara alami) yang ada di pinggir
Cibanten.
Banyak cerita tentang Cibanten yang
menjadi perhatian kami waktu bermain kanyutan. Ada cerita ular naga disekitar
Banten Girang, batu kebo dan batu mangap di sekitar Kali Miskin sampai dengan
cerita ular berkepala manusia yang merupakan makhluk jejadian akibat korban
pesugihan.
Kini, Cibanten hanyalah kali yang
sudah menyempit dan tempat pembuangan sampah , meskipun di sekitar jembatan
Katulisan masih sering dijumpai anak-anak bermain dengan cara melompat dari
jembatan ke Cibanten diwaktu musim hujan. Sekarang sudah tidak nyaman lagi buat
bermain, mencari ikan, mandi dan mencuci karena sudah tercemar akibat
beralihnya fungsi lahan di bantarannya.
Menjaga Cibanten, berarti
melestarikan Peradaban Banten. Oleh karena itu, Cibanten harus direvitalisasi
supaya peradabannya bisa dinikmati kembali untuk generasi yang akan datang.
Comments