Membangun TANPA Merusak Lingkungan

Saat ini, Dunia dikejutkan dengan perubahan iklim dan perkembangan teknologi yang sangat cepat dengan salah satu dampaknya adalah kebutuhan bahan baku yang sangat besar untuk memenuhi industri pendukung teknologi.
Di bidang Konstruksi Bangunan, teknologi yang super canggih tersebut ikut serta dalam mengeksploitasi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan. Benteng-benteng alam seperti bukit dan hutan terus di eksploitasi batu, tanah, pasir dan kayunya. Jika tidak dikendalikan, maka dalam waktu beberapa tahun lagi bencana ekologi yang lebih besar akan terjadi di sekitar kita.
Kita sebagai salah satu pelaku industri konstruksi bangunan tidak sadar bahwa material bangunan seperti semen, beton, baja, kaca, lantai, genteng, dinding, kusen, pintu, jendela dan lain-lain itu berasal dari benteng-benteng alam tersebut. Jadi, suka tidak suka, kita ikut andil dalam kerusakan lingkungan yang akan menyebabkan bencana ekologi.
Oleh karena itu, kita harus adil dan seimbang dalam penggunaan material untuk konstruksi bangunan. Dengan adanya nanoteknologi, maka kita dapat memilih material yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Karena nanoteknologi mampu membuat material-material alam yang berkelanjutan menjadi material pengganti fungsi kayu, logam, plastik dan kaca.
Satu dari sekian banyaknya material alam Indonesia yang ramah lingkungan dan masih melimpah adalah bambu. Sekarang, bambu sudah bukan lagi material alam sebagai simbol kemiskinan, tetapi sudah menjadi material masa depan pengganti fungsi kayu, logam, plastik, kaca, benang, beton dan aspal.
Bambu laminasi dan Strand Woven Bamboo (SWB) bisa menggantikan fungsi kayu, plastik, beton, aspal dan logam untuk pondasi, sloof, kolom, balok, plat, dinding, lantai, kuda-kuda, rangka atap, penutup atap, list plang, plafond, ornamen, kusen pintu jendela, partisi, jalan, gelagar, furniture, meubel, interior dan decking. Hasil uji Lab Puskim Bandung, kualitas SWB di atas kayu jati dan ulin yang usianya 120 tahun. Sedangkan SWB diolah dari bambu yang usianya 3-5 tahun. Selain itu, bambu laminasi dan SWB bisa dibentuk lengkung dan bentang panjang. Desain-desain yang organik dan dinamis bisa dibentuk dengan menggunakan bambu laminasi dan SWB.
Dengan kualitas di atas kayu jati dan ulin yang usianya 120 tahun, SWB bisa digunakan untuk bantalan dan rel kereta api, tiang pancang, paku bumi, kulit luar bangunan dan lain-lain yang lokasinya di outdoor.
Dengan nano teknologi yang telah dilakukan oleh Laboratorium Biomaterial LIPI, kumpulan serat bambu bisa dijadikan bening dan transparan sehingga bisa digunakan untuk pengganti bahan kaca yang tidak ramah lingkungan.
Mudah-mudahan dengan adanya event Indo Build Tech di ICE BSD City tanggal 17-21 Mei 2017, masyarakat dunia konstruksi Indonesia menjadi lebih adil dan seimbang dalam penggunaan material konstruksi bangunan. IAI Banten siap mendukung dengan desain-desainnya yang lebih ramah lingkungan.
Salam lestari dan bangun terus dunia konstruksi Indonesia!

Mukoddas Syuhada, IAI
Ketua IAI Banten
https://www.youtube.com/channel/UCnif-azGVIuo_xOYHUgtbAA

Comments

Popular posts from this blog

Pepadone Wong Serang, Kamus Base Jawe Serang

Kisah Gantarawang dan Abah Manta Sang Kuncen Terakhir

Asal Usul Jalan Kiyai Haji Sulaiman di Kota Serang Banten