Spirit Of Banten : Edisi Banten Kidul, Pesona Peradaban Dunia
Di daerah ini,
pesona peradaban dunia terhampar begitu eksotik. Kekayaan dan keunikan
budayanya pun punya daya tarik sendiri. Ditambah kearifan lokal masyarakatnya
dalam mengatur tata ruang, telah menjaganya menjadi daerah lumbung pangan
Indonesia.
Pernahkah kita
mendengar Upacara Seren Taun dengan sedekah buminya sebagai rasa syukur atas
hasil panennya yang melimpah. Pernahkah kita mendengar tentang angklung yang
telah menjadi warisan budaya dunia. Dan, angklung yang paling tua itu namanya
Angklung Buhun dari Banten Kidul. Pernahkah mendengar Suku Baduy di Wewengkon
Kanekes, penduduknya berpakaian putih-putih/hitam-hitam, tanpa alas kaki dan
bepergian tanpa naik kendaraan, hidup sederhana dengan kepercayaan Sunda
Wiwitan.
Semuanya itu ada di
Banten Kidul yang merupakan Pancer Bumi, pusatnya dunia, berada di lereng
Gunung Halimun dan Pegunungan Kendeng, Kabupaten Lebak Provinsi Banten.
Bermukim dalam
tradisi masyarakat Banten Kidul tidak hanya sebagai tempat tinggal, di sinilah
masyarakat melakukan ritual kehidupan. Ketika alam menyediakan sumber
kehidupan, maka di situlah terjadi bentuk komunikasi antar individu, keluarga,
masyarakat, sesama makhluk hidup dengan alam dan Penciptanya.
Tradisi tersebut
tertuang dalam falsafah hidup “Leuweung Hejo Rakyat Ngejo“, Hutannya Hijau,
Rakyatnya Makmur. Mereka punya kawasan yang disebut Tanah Tutupan, Titipan dan
Olahan. Tanah Tutupan merupakan hutan yang boleh dimanfaatkan non kayunya.
Luasnya ±51,2% dari luas kawasan tempat sumber air berada. Tanah Titipan adalah
tanah yang dijaga dan dilestarikan untuk keseimbangan alam, berupa hutan dengan
luas ±37,7% yang tidak boleh dimanfaatkan kayu dan non kayunya. Bahkan yang
boleh memasukinya hanya Ketua Adat, itupun setahun sekali. Sisanya ±11,1%
merupakan Tanah Olahan yang dimanfaatkan untuk perkampungan, persawahan dan
lainnya.
Untuk Ketahanan
Pangan, tahun 2012, Kasepuhan Banten Kidul menerima ‘Adhikarya Pangan
Nusantara’ peringkat kesatu Nasional. Lahan persawahannya (±10,4%) mampu
memenuhi lumbung padi (leuit) yang jumlahnya ribuan. Bahkan, ada padi yang
usianya puluhan tahun masih layak dimakan dan dikeluarkan saat Upacara Seren
Taun. Ini bukti hasil padinya melimpah dan tidak habis di makan sendiri
walaupun panennya sekali setahun. Tahun 80an, masyarakat Banten Kidul menyumbang
beras untuk bencana kelaparan di Afrika.
Untuk ketahanan
lingkungan binaannya, belum pernah terdengar kejadian bencana alam yang
diakibatkan ulah tangan manusia. Tanah Tutupannya mampu memberikan mata air dan
cadangan yang melimpah sebagai sumber kehidupan. Keseimbangan alamnya pun tetap
terjaga dengan adanya Tanah Titipan.
Untuk ketahanan
papan, banyak tersedia material seperti kayu, bambu, ijuk, batu, pasir untuk
membangun permukimannya. Polanya pun tertata dengan baik yang mengutamakan
keserasian Adat, Agama/Kepercayaan dan Negara yang diwakili oleh Rumah Adat,
Masjid dan Pendopo. Ketiga bangunan tersebut dikelilingi oleh lima bangunan
yang melambangkan dasar adat ‘Tilu Sapamulu Dua Sakarupa Nu Hiji Eta-Eta
Keneh‘, rukun Islam dan Dasar Negara Pancasila.
Dengan komposisi penataan
ruangnya, masyarakat Banten Kidul memiliki kualitas hidup yang jauh lebih baik
dibandingkan di perkotaan, dan memiliki peran yang besar dalam konservasi
lingkungan, penanggulangan bencana serta pengembangan ekonomi rakyat.
https://youtu.be/l5bMOEAE9gI
Comments
Masa depan Bumi !!!