Kisah Gantarawang dan Abah Manta Sang Kuncen Terakhir



Siang itu, 19 Maret 2020, selesai presentasi Pemberdayaan Bambu di Pendopo Kabupaten, Bupati Serang mengarahkan lahan di Bojong Menteng sebagai pilot project Desa Bambu Milenial (Sabumi). Kami, Kepala Dinas Pertanian dan Kepala Dinas LH diminta melakukan survei hari selasa tanggal 24 Maret 2020.

Lahan seluas 23 ha itu, awalnya direncanakan untuk Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) terpadu oleh Pemprov. Banten. Namun karena ada penolakan dari warga, rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan.
Sebelum hari selasa, dicoba untuk membuat konsep awal dan melihat peta dari google. Hanya modal dari nama ya g disebut Bupati, ditulislah Bojong Menteng Serang di ruang pencarian peta google. Muncullah zona yang dibatasi warna merah, Desa Bojong Menteng, berbatasan dengan Kabupaten Lebak. Akses utama dari jalan Petir. Coba di zoom lagi, ternyata desanya dibatasi oleh alur sungai. Sesuai dengan ceritanya Bupati, bahwa lahannya dekat dengan akses keluar masuk jalur tol Serang Rangkas yang masih proses pembangunan. Ada 2 stasiun kereta api yang dekat dengan Bojong Menteng. Di sebelahnya terdapat Sungai Ciujung yang merupakan salah satu sungai besar di Banten yang bermuara di Teluk Banten. Sebagian besar lahannya berupa petak-petak sawah dan perkebunan. Jadi data awal dari google ini bisa disimpulkan bahwa lahan tersebut sangat ideal jika dikembangkan jadi Sabumi dengan konsep 50:30:20.
Hasil mapping via google ini dikirim ke tim untuk persiapan survei lokasi. Sudah terbayang dipikiran kalau lahan seluas 23 ha itu dibangun seperti Kampung Giethoorn Belanda. Rumahnya dikelilingi oleh kanal buatan. Aktivitasnya bertani, berkebun, beternak dan membuat kerajinan bambu. Semuanya serba bambu, Bamboo of Thinks (BoT), mulai dari hunian, interior, mebel, furnitur, peralatan masak, peralatan makan minum, energi dan transportasi nya 99% dari bambu. Bupati pun menyetujui rencana pembangunan tersebut.
Tibalah hari selasa, kami survei bersama Kadis LH, Kadis Pertanian, Pak Camat dan Lurah Bojong Menteng. Ternyata untuk menuju lokasi tersebut dari Jakarta selalu ada cerita anehnya. Persiapan sudah dilakukan, seperti membuat agenda, mengabarkan ke tim, membuat list apa saja yang akan dikerjakan, menyiapkan drone, gadget dan kartu memori. Namun ada saja kendala dan sesuatu yang aneh seperti terlambat sampai di Serang, HP untuk monitor drone tertinggal bahkan kabel chargerannya sampai saat ini belum ditemukan. 
Perjalanan dari Kota Serang ke lokasi pun dilalui dengan bolak-balik 3 kali di jalan yang sama sebelum akhirnya sampai dititik temu kantor Kecamatan Tunjung Teja. Bahkan sinyal GPS Google Map error tak bergerak tanda arahnya meskipun sudah berjalan. Pantas saja kalau kita mau ke lokasi itu harus diantar oleh orang yang kenal dengan lokasi tersebut.
Dari kantor kecamatan, perjalanan dilanjutkan menyusuri jalan raya Ciruas Petir, lalu berbelok ke kiri, ke jalan perkampungan. Jalannya sempit, jadi kalau ada mobil dari arah berlawanan, harus cari jalan yang masih ada bahunya. Meskipun sempit, sebagian besar jalannya sudah dibeton dengan pemandangan suasana perkampungan seperti persawahan dan perkebunan. Tiba-tiba mobil pertama berhenti di depan rumah warga. Setelah menunggu sebentar, mobilpun jalan lagi mengikuti sepeda motor yang keluar dari rumah warga tersebut. Jalannya pun bertambah gelombang karena sebagian besar masih berupa jalan tanah dan perkerasan awal. Akhirnya, setelah menjauh dari perkampungan dan lama seperti berputar-putar jalannya, kami sampai juga di jalanan yang membelah persawahan. Namun uniknya bukan padi yang tumbuh, tapi genangan air seperti rawa. Kemudian masuk ke areal perkebunan dan mobil pun berhenti di depan sebuah bangunan dari bambu.
Kami semua turun dan duduk di amben atau dipan yang beralaskan palupuh (bambu yang di pecah). Sambil menunggu kedatangan Abah yang mengetahui lokasi ini, beberapa orang ada yang membuat kopi dan teh. Dan saya terkejut saat melihat 3 gambar di dinding dipannya, yaitu sebelah kiri gambar sepasang macan, tengah gambar sepasang macan yang mengapit seorang yang megang 2 golok dengan latar belakang hutan dan yang kanan adalah simbol padepokan silat tradisional TTKDH Banten. Dari 3 gambar tersebut, yang membuat saya merinding adalah gambar yang di tengah dan tulisan Gantarawang.
Sayup-sayup teringat cerita-cerita orang tua dulu, bahwa di Banten itu banyak sekali tempat-tempat yang menakutkan. Bahkan kita tidak boleh sembarangan menyebutnya, pamali kata orang tua di Banten. Sepertinya Gantarawang ini salah satu tempat yang paling angker dan penuh misteri di Tanah Jawara Banten. Seumur hidup di Banten, meskipun namanya sudah santer dan selalu jadi bahan omongan, baru kali ini ke Gantarawang. Itupun tidak sengaja, tahunya hanya survei ke Desa Bojong Menteng. Ternyata di sinilah lokasi Gantarawang yang sangat terkenal angkernya, tempat pusat kerajaan jin dan para lelembut, juga tempat pesugihan.
Lamunanku mendadak buyar oleh suara deru motor trail yang dikendarai seorang bapak yang sudah sepuh. Ternyata inilah Abah Manta yang ada di gambar itu, Ketua Padepokan Padjajaran GTR Gantarawang Bojong Menteng Provinsi Banten. Abah juga dikenal sebagai Sang Kuncen Terakhir Gantarawang. Sosoknya masih gagah dan tegep meskipun sudah sepuh. Setelah memarkirkan motornya, Abah bergabung duduk di amben. Pak Kadis LH langsung menyampaikan maksud kedatangan kami ke lokasi Bojong Menteng ini. Mulailah Abah cerita tentang lokasi ini yang dikenal dengan Gantarawang.
Pada dasarnya, Abah senang kalo di lokasi ini mau diberdayakan masyarakatnya dengan apa pun, asal jangan dijadikan TPSA, apalagi kalau dengan bambu. Karena Gantarawang ini artinya galah yang tinggi di awang-awang. Dan galah itu artinya awi dalam bahasa Sunda atau bambu. Tempat yang dikelilingi Sungai Cisangu ini merupakan Puseur Agung Padjajaran atau pusatnya kerajaan zaman Buddha Hindu. Sebanyak 158 Kerajaan menginduknya di sini, kata Abah Manta. Ada tempat penziarahannya di Tegal Papak yang sering didatangi oleh orang-orang untuk mendapatkan karomah dari para leluhur di Banten Tengah ini. Jadi, siapapun orangnya yang datang ke sini, apalagi mau melakukan kegiatan, harus 'izin' dulu ke leluhur. Setelah izin, harus diikuti aturan dan pantangannya. Jangan seperti warga eksodan dari Aceh. Tahun 2002, sebanyak 125 kk, para eksodan itu diberikan lokasi di sini. Mereka membangun rumahnya tidak mengikuti aturan, seperti memakai asbes untuk atapnya. Setelah berdiri, sebulan kurang dua hari, rumahnya disapu oleh angin. Habis semua dan pada kabur, sampai sekarang tidak kembali lagi.
Banyak cerita-cerita angker dan penuh misteri tentang Gantarawang. Seperti penaklukkan Kerajaan Jin oleh H. Deeng. Para pedagang makanan yang terjebak dalam berjualan di tontonan wayang golek, jualannya habis uangnya hanya dedaunan, saat sadar pedagang itu berada di semak-semak dan rerumputan. Peralatan dapur dan ternak banyak yang hilang jika penghuni Kerajaan Jin tersebut mengadakan hajatan tahunan yang biasa dimulai di Bulan Safar. Kematian atau misteri hilangnya warga Desa Bojong Menteng yang kemudian kembali lagi ke rumah. Kisah tukang ojek yang mengantar nenek-nenek dan akhirnya menjadi seorang yang bisa mengobati berbagai penyakit. Semua misteri itu sukar dinalar oleh logika, tapi kenyataannya memang itulah yang terjadi di Gantarawang.
Di lihat dari lokasinya, Gantarawang ini memang sangat ideal sekali sebagai tempat hunian. Letaknya ada di tengah-tengah wilayah Banten dan dikelilingi sungai. Tanahnya subur dan landai, di lihat dari Drone pun masih ada tanah tutupan berupa hutan alami. Aksesnya tidak begitu sulit, apalagi sekarang sedang dibangun jalan tol Serang Panimbang, di mana salah satu keluar tolnya adalah di Kecamatan Tunjung Teja. Selain itu, wilayahnya berbatasan dengan Sungai Ciujung dan ada dua stasiun kereta api yang bisa diakses untuk menuju Desa Bojong Menteng.
Untuk Asal Usul dan Penampakan Gantarawang, Tempat 158 Kerajaan Ghaib Berkumpul, bisa di buka di link ini.
https://www.youtube.com/playlist?list=PLAZGSSSNzXf6xLTLorM1u64okPjY3k_6Z
Terima kasih, sudah mau membaca, ini merupakan salah satu peradaban Banten yang didapat dari Sang Kuncen terakhir, Abah Manta.


Comments

Popular posts from this blog

Pepadone Wong Serang, Kamus Base Jawe Serang

Asal Usul Jalan Kiyai Haji Sulaiman di Kota Serang Banten