Liburan Sehat di Kampung Bagian Ketiga


Hari Kedua
Pagi-pagi sudah disiapkan pisang goreng dan kopi. Wah nikmat sekali hidup ini. Anak saya yang kedua, iLaLang Jagad Boemi Syuhada (Alang) mengajak saya jalan-jalan naik sepeda. Jika malamnya saya ajak Gemma Jagad Bulan Syuhada (Ade) boncengan naik sepeda ke arah kota, maka Alang saya ajak jelajah kampung-kampung lama zaman Kesultanan Banten.
Alang! Ini adalah jalan lama zaman Kesultanan Banten. Saat ini jalannya dibelokkan karena terpotong oleh jalan tol Jakarta Merak. Nah! Kalau ini adalah jembatan Katulisan, tempat finish Abah dan teman-teman kampung dulu kanyutan di Kali Banten. Kanyutan itu bahasa lokal Serang, asal kata 'Hanyut' dari Bahasa Indonesia. Merupakan permainan kid zaman old menggunakan ban dalam mobil yang dijadikan pelampung lalu hanyutlah di Kali Banten. Mulainya dari Kampung Lopang sampai Katulisan, lalu jalan kaki untuk kembali ke tempat awal. Sepanjang kali yang dilalui, banyak kita jumpai ibu-ibu yang sedang mencuci, mandikan anak, ada yang sedang mancing dan lain-lain. Kalinya kecil dan berkelak-kelok, setiap tempat ada legendanya masing-masing. Seperti legenda 'batu mangap', yaitu batu kali sebesar kerbau (ada juga yang bilang 'batu kebo') terletak di tengah kali antara jalur Kali Miskin dengan Kali Kebo. Jalur tersebut adalah jalur rawan, harus hati-hati karena sudah banyak orang yang hilang akibat kesombongan dan keserakahan pada saat melewati jalur tersebut. Bahkan para pemancing yang tidak kulonuwon dulu dan tidak sopan bisa hilang, disangkanya batu biasa, lalu buat nongkrong be A be. Kemudian tanpa disadarinya, batu tersebut bergeser ke tengah kali dan menenggelamkan pemancing.
Ada lagi legenda ular berkepala manusia di Kali Banten. Konon katanya, ada sepasang suami istri yang mencari kekayaan atau pesugihan dengan mengadakan perjanjian dengan Jin. Pada saat suami isteri tersebut sudah menjadi kaya, mereka malah ingkar dengan perjanjiannya. Oleh karena itu, mereka dikutuk dan berubah menjadi sepasang ular yang berkepala manusia. Malu dengan wujud fisiknya, akhirnya sepasang ular tersebut tinggal di sepanjang Kali Banten.
Nah, Alang, selain legenda-legenda yang ada di Kali Banten, faktanya, Kali Banten ini adalah urat nadi transportasi dan perdagangan dari zaman Kerajaan Salakanagara sampai Kesultanan Banten. Di pinggirnya tumbuh dan berkembang perkampungan-perkampungan sebagai bangkitan dari jalur kali tersebut, seperti Karundang, Kaloran, Kaujon, Kelapa Dua, Kebaharan, Kecantilan, Katulisan, Keganteran, Kasemen dan Kasunyatan. Namun sayang, kini Kali Banten semakin kotor dan banyak limbah Serta hanya menjadi ruang untuk pembuangan. Tidak ada lagi yang main kanyutan seperti dulu.
Perjalanan dilanjutkan kembali, sampai di kawasan yang bernama Angsana, saya berhenti lagi dan melanjutkan ceritanya. Alang! Lihat ini adalah tanaman kangkung liar. Dulu, Abah dan teman-teman buat rumah-rumahan dari batang kangkung liar, kalau orang penjelajah alam menyebutnya bivak. Biasanya di daunnya ada serangga cantik yang bisa terbang, di sini disebutnya ErMas, ada juga yang nyebutnya kepik. Nah ini ErMas nya, cantikkan dengan sayap transparan memperlihatkan warna tubuhnya, ada yang berwarna kunis emas, ada juga yang berwarna merah marun. Selain itu, bunganya pun cantik dengan warna ungu berbentuk kepala terompet. Kangkung liar ini dibeberapa kampung sudah hilang karena lahannya beralih fungsi jadi bangunan.
Di jalanan ini, yang masih ada, meskipun sudah mulai berkurang adalah gerombolan kerbau (bahasa Serang 'Kebo') yang sedang makan rumput di sawah yang belum di tanami padi. Gerombolan ini bisa dinikmati pada saat pagi dan sore. Melintas secara rombongan dijalanan dan hampir menutup ruas jalan dengan tubuhnya yang gempal hitam berlumpur. Momen ini menjadi pemandangan yang unik dan jarang ditemui di kota. Di Banten, khususnya di Serang, Kebo ini merupakan binatang yang punya nilai ekonomis paling tinggi. Tenaganya buat ngebajak sawah, dagingnya bisa dibuat dendeng, sate dan gulai, sumsumnya dicampur dengan nasi bakar. Jadilah semuanya kuliner khas Serang yang lezat dan enak pisan. Selain itu, Kebo juga bisa menjadi kawan bermain kid zaman old. Kadang kami naik ke punggungnya, ada juga yang jahil dengan menusuk pantatnya atau memasukkan serangga ke dalam kupingnya. Jadilah Kebo itu ngamuk dan melemparkan orang yang ada di atas punggungnya.
Bersambung.......

Comments

Popular posts from this blog

Pepadone Wong Serang, Kamus Base Jawe Serang

Kisah Gantarawang dan Abah Manta Sang Kuncen Terakhir

Asal Usul Jalan Kiyai Haji Sulaiman di Kota Serang Banten