Liburan Sehat di Kampung Bagian Kedua
Hari Pertama
Bangun pagi dengan semangat ngajak anak-anak naik sepeda untuk
jelajah kampung lama pinggir Kali Banten. Tapi sayang, salah satu sepeda yang
ada boncengannya dibawa Omet. Jadi, ditunda dulu dan anak-anak pun masih belum
bangun karena semaleman main game online dengan sepupu-sepupunya.
Lontong kari buatan Teh Mes merupakan sarapan khas untuk memulai
aktivitas pagi ini. Setelah cukup kenyang, baru memompa pelampung dan ban
kolam. Bukan kolam renang, tapi kolam ikan yang dijadikan tempat main air
anak-anak. Awalnya anak-anak merasa enggan untuk nyebur ke kolam karena risih,
biasanya saya ajak ke kolam renang hotel. Coba Abah dulu, kata anak saya yang
bungsu. Saya nyebur, lalu satu persatu anak-anak saya ikutan nyebur, termasuk
sepupu-sepupunya. Suatu kebahagiaan tersendiri bagi anak-anak yang lahir dan
besar di kota untuk bermain air di kolam ikan. Suatu kegiatan yang tidak biasa
tapi menyenangkan, dari pagi sampai sore keciplak-kecipluk di kolam ikan.
Melihat anak-anak main air di kolam, saya jadi teringat masa
kecil saya dulu, hanya mainnya di kolam yang ada di dalam masjid. Kami
menyebutnya blungbang. Luasnya lebih kecil dibanding kolam ikan ini, airnya
pun lebih hijau lumut karena tidak pernah diganti. Tapi anak-anak zaman old
senang sekali mandi di blungbang meskipun sudah banyak korban jiwa karena
tenggelam. Kalau anak-anak dan saya main air di kolam ikan, Omet mancingikannya, Alhamdulillah banyak dapatnya, lumayan buat dibakar di dalam batang
bambu untuk santap malam.
Menjelang Dhuhur, main airnya di stop dulu. Harus disiplin waktu
untuk melakukan Sholat. Makan siang pun sudah disiapkan oleh Teh Mes dengan
menu ikan asin, sambal, sayur lodeh telur dan nasi putih yang masih hangat.
Setelah itu anak-anak bermain becak mini yang saya bawa dari Jakarta. Saya coba
mengatur produk bambu untuk di display di saung bakso.
Cuaca
mulai mendung dan gerimis, tidak lama kemudian turunlah hujan. Anak-anak sayaminta bermain hujan-hujanan. Mereka senang sekali sambil bermain pasir seperti
di pantai. Air hujan itu baik untuk perkembangan anak-anak. Mereka bisa
merasakan langsung tetesan air dari penguapan air di bumi yang ditangkap oleh
awan. Kaki tanpa alas dan tangan yang berinteraksi langsung dengan tanah,
pasir, batu dan tanaman dengan guyuran air hujan ke seluruh tubuh akan
memberikan sensasi bagi syaraf-syaraf motoriknya. Setelah hujan reda, anak-anak
melanjutkan permainannya di kolam ikan sampai sore.
Malam Kedua
Menu makan malam kedua ini adalah ikan mas yang dipepes di dalam
batang bambu. Ini juga merupakan kuliner khas Serang yang sudah mulai punah,
padahal bambunya masih ada meskipun sudah mulai berkurang. Dulu, semua makanan
dan minuman itu dimasukkan ke dalam batang bambu karena dipercaya bambu akan
membuat kualitas makanan dan minumannya menjadi lebih sehat dan higienis.
Ternyata benar, ikan yang dibakar dalam batang bambu enak dan sehat.
Setelah makan, sibungsu Ade Gemma dan Abang Alang ribut rebutan
gadget. Beginilah kid zaman now, maenannya gadget, jangan-jangan nanti
warisannya adalah gadget. Supaya tidak ribut, sibungsu saya ajak jalan-jalan
malam naik sepeda dengan tujuan warung dan toko Mart. Di sepanjang jalan, Ade
Gemma bernyanyi riang gembira dan sekali kali menanyakan kenapa bulannya
tertutup awan. Memang malam ini cuacanya cerah mendung dengan bulan yang belum
purnama. Lihatlah Bulan Syuhada, di sampingnya ada Bintang Syuhada, dan Kita
melihatnya dari Boemi Syuhada. Itulah makna nama belakang tiga anak-anak saya.
Rencananya saya mau berbagi tentang bambu di Padepokan Kupi
Kaloran Kota Serang. Hanya sayang konfirmasi beberapa kali di media sosial
dengan ownernya belum dapat respon. Jadinya, malam ini saya dongeng tentang
Banten untuk pengantar tidur anak-anak saya.
bersambung.........
Comments