Harum Semerbak Wijayakusuma di Gunung Wangi



EXPLORE GUNUNG WANGI

Tak pernah terpikirkan sebelumnya, sebidang tanah yang dikelola tahun 2014 di lereng Gunung Ciremai ternyata berada di kawasan Kerajaan Maja yang jarang dikenal, apalagi disebut dalam sejarah peradaban Nusantara.
Adalah bambu, yang membawaku ke tempat yang dulunya masuk dalam wilayah Kerajaan Galuh dan Pajajaran. Namanya Desa Gunung Wangi, tempat peristirahatan terakhir para pendiri Kerajaan Maja,  bahkan, Bupati pertama Kabupaten Majalengka. Secara administrasi, Gunung Wangi masuk dalam Kecamatan Argapura yang merupakan pecahan dari Kecamatan Maja. Di sekelilingnya, banyak terdapat bambu raksasa asli Indonesia, yaitu Betung dengan nama latinnya Dendracalamus Asper. 
Kehidupan utama penduduknya adalah sebagai petani, peternak untuk ikan, ayam, perkebunan dan pertanian sendiri. Padi, pisang, cengkeh, ayam, ikan dan lain-lain adalah hasil-hasil utamanya yang menopang kehidupan sehari-hari. Untuk menambah penghasilannya, ada sebagian masyarakat yang memanfaatkan bambu betung untuk dijadikan reng.
Di penghujung tahun 2019, kami mulai membangun Ekosistem Bambu (ekoba) di Gunung Wangi yaitu membuat bilah bambu untuk kebutuhan bambu laminasi. Dari membuat bilah bambu ini, ternyata banyak sekali turunan ide-ide untuk mempercepat terbentuknya ekoba.
Membuat bambu bilah sebenarnya sangat mudah dan sederhana sekali, apalagi modal sosialnya sudah ada. Masyarakat Gunung Wangi sudah terbiasa dengan bambu betung untuk dijadikan reng dan alat bantu pertanian. Namun, menjadi rumit dan kompleks manakala bilah bambu itu dijadikan sebagai bahan baku untuk bambu laminasi. Karena ada spesifikasi yang harus dipenuhi, yaitu usia, ukuran, kualitas, kelengkungan, pengendalian hama, pengawetan dan pengeringan.
Bambu Betung Gunung Wangi merupakan bambu raksasa dengan diameter bawah mencapai 40 cm, ketebalan dagingnya 4 cm dan tinggi 20 m sampai 30 m. Untuk dijadikan bahan baku bambu laminasi, yang ekonomis itu hanya 10% sampai 20% saja. Jadi, kalau hanya dibuat bambu bilah, akan banyak yang terbuang. Bagian batang bambu yang tidak terpakai, bisa dimanfaatkan untuk bibit, konstruksi, alat bantu, produk dan kerajinan tangan.
Ekoba yang dibangun, tidak hanya di pemberdayaan bambunya saja, tetapi akan meluas ke potensi ekowisata yang ada di Gunung Wangi. Kehidupan masyarakatnya, kulinernya, budayanya, sejarahnya dan pemandangan alamnya merupakan kesatuan peradaban yang punya nilai jual tinggi untuk kesejahteran masyarakat.
Di puncak Gunung Wangi itu terdapat makam-makam para pendiri Majalengka dan Kabuyutan, salah satunya Mbah Wijayakusuma. Keharuman Mbah Wijayakusuma inilah yang akan dibangkitkan kembali di Gunung Wangi dengan cara membangun ekoba, dimulai dari bilah bambu.

Comments

Popular posts from this blog

Pepadone Wong Serang, Kamus Base Jawe Serang

Kisah Gantarawang dan Abah Manta Sang Kuncen Terakhir

Asal Usul Jalan Kiyai Haji Sulaiman di Kota Serang Banten