Ketika Cornelis De Houtman MenyapaKu di Teluk Banten (1596 - 2019)
Pagi itu, pelabuhan Karangantu masih sunyi senyap. Banyak yang masih terlelap tidur setelah semalaman suntuk bergembira merayakan pergantian tahun baru. Hanya deru kapal nelayan yang sesekali melintas di kanal Karangantu.
Semilir angin pagi membawaku kembali ke masa zaman Kesultanan Banten. Saat itu, tanggal 27 Juni 1596, telah mendarat 4 armada kapal dari Amsterdam di bawah pimpinan seorang penjelajah Belanda bernama Cornelis De Houtman.
Meskipun hanya sebentar, karena di usir oleh Sultan Banten keempat, Abdul Mafakhir Mahmud Abdulqadir, Cornelis De Houtman dengan armada Belandanya menemukan jalur dan akhirnya tiba di Negeri Surga rempah-rempah. Dia adalah perintis dan pembuka jalan kolonialisme Belanda di Nusantara.
Hai Rakyat Bantam! Kami kagum dengan ini tempat. Ramainya pelabuhan dengan kotanya yang besar, tertata baik, rapi dan dikelilingi tembok lebar dari bata merah, tidak jauh berbeda dengan kota tersibuk di Netherland, Amsterdam. Banyak kapal-kapal asing yang berlabuh dan kanal yang seluruhnya bisa dilayari.
Tiba-tiba lamunanku buyar oleh sinar mentari pagi yang muncul dari sisi kanan Pantai Gopek. Ketika menoleh ke arah terbitnya Mentari, terlihatlah silluet kapal yang sangat besar di tengah-tengah empang. Itulah salah satu Kapal Armada Dagangnya Cornelis De Houtman. Ruhnya masih di sini. Jejaknya masih ada. Jangan dilupakan, apalagi ditinggalkan.
Inilah salah satu magnet daya tarik terbesar Banten. Bangkitkan kembali kejayaan Banten zaman kesultanan. Ini akan dimulai pembangunan Museum Bantam dan Akademi Coast Guard oleh Bakamla. Hidupkan kembali Pelabuhan Internasional di Teluk Banten. Jadikan Kota Serang sebagai Kota Pelabuhan. Karena sekarang lahan-lahan produktifnya sudah beralih fungsi jadi bangunan. Stop pembangunan gedung dan lainnya. Optimalkan bangunan yang ada. Lebih baik investasikan untuk teknologi informasi. Berpikir untuk Internet of Things (IoT). Hidupkan kembali jalur jalan zaman kesultanan. Revitalisasi kanal-kanal dan sungainya sehingga menjadi jalur transportasi. Jadikan tol sungai yang semuanya bermuara di Teluk Banten. Jika sungai dan laut terus dilalui, niscaya tidak akan berani pabrik-pabrik membuang limbahnya ke sungai. Tidak akan berani lagi kapal-kapal tongkang mengeruk pasir laut.
Revitalisasi kembali jalur-jalur kereta api. Buat nyaman dan aman para pejalan kaki, pesepeda dan diffable. Bangun pedestrian yang lebar dan taman yang banyak pohon dan tanaman.
Stop pembangunan jalan baru. Sebab, jika membangun jalan, yang diuntungkan itu bukan kita, Bangsa Indonesia, tapi yang untung dan menang banyak itu produsen-produsen mobil dan motor. Kita lebih banyak mendapatkan ruginya. Benteng-benteng alam seperti bukit dan hutan habis dieksploitasi untuk membangun jalan kendaraan bermotor. Kerusakan lingkungan bertambah hebat, polusi udara, air dan tanah bertambah akut.
Tapi, kalau kita bangun tol laut, tol sungai, kereta api dan pedestrian, bangkitannya akan sangat banyak. Kita sering mendengar kalo nenek moyang kita seorang pelaut, banyak ahli-ahli pembuat kapal dan perahu yang bisa diberdayakan. Gerbong-gerbong kereta api hasil karya anak bangsa juga ada.
Sejarah itu akan berulang, Banten zaman Kesultanan telah menjadi pintu gerbang Nusantara yang menarik perhatian Dunia melalui armada Cornelis De Houtman. Banten zaman now, ditangan kita-kita ini, harus menjadi pintu gerbang peradaban yang membuat rakyatnya sejahtera dan bahagia.
Comments