Bukan Aktivis Koboy Kampus
Kisah perjalanan hidup anak kampung yang kuliah di Bandung dengan latar belakang awal berkembangnya internet dan runtuhnya rezim Orde Baru.
"Hi, asl plz...."
"Me 21/m/bdg..."
Begitulah penggalan ketikan di sosial media tahun 90an pada saat 'Aing' kuliah di IT Bandung. Namanya MIRC, Aing biasa join di dalnet dengan nickname albantani. Istilahnya chatting, gebetan dan kopdar. Jangkauannya antar kota antar provinsi dan lintas benua.
Aing bukan koboy kampus, tapi koboy dalnet! Karena Di depan Nickname albantani ada kondenya '@' yang berarti Operator sebuah channel. Operator ini bisa dikatakan sebagai salah satu penguasa channel di bawah Super Operator (SOP) dan Founder/CoFounder. Ditambah lagi merupakan @ di channel-channel besar Dalnet dan beberapa channel jadi SOP dan founder. Kalau sekarang istilahnya admin. Jadi, terbayangkan koboynya Aing, setiap orang join ke dalam channel besar Dalnet, yang akan terlihat paling atas itu adalah nickname @albantani. Apalagi kalo ditanya asl plz, jawabnya 21/m/bdg dan kuliah di IT Bandung! Wow koboy sekali. Tapi Aing jadi Operator/SOP/Founder tidak otoriter seperti rezim Orba lah, sebisa mungkin adil dan bijaksana, apalagi terhadap gebetan. Ah jadi kangen sama teman-teman di Dalnet, dimanakah kalian berada? arcARUM, Gempur, Cumi_Pilek, TLC, Bona, bidadari_badung, Upik, Sultan, CaliGula, Hiu_Mencret, Starlet21, Lookii, Wili, Wantot, Trie, Ryswanto, Ernest dan lain-lain yang Aing sudah lupa.
Untuk menjadi koboy di Dalnet itu tidak gampang, tidak juga susah, semuanya tergantung nasib, takdir dan amalan. Nah, dari kampus lah Aing mengenal teknologi internet. Pertama kali dikenalkan oleh salah satu dayang-dayang Aing, sebut saja Cemok1, anggota geng Bane.
Geng Bane adalah sebutan Aing untuk dayang-dayang ar95 yang selalu setia menemani Aing dalam menjalani hidup sebagai mahasiswa arsitektur, meskipun susah untuk dijadikan pacar apalagi pendamping hidup. Cukuplah sebagai dayang-dayang saja. Bane itu kependekan dari Batak, Banten dan Bandung Nekat. Mereka terdiri dari Kitin, Ima, Melur, Fatin, Mia, Ayu, Tole, Bean dan Robert.
Cerita ini berlatar belakang pergerakan mahasiswa underground IT Bandung, 3 tahun menjelang keruntuhan Orde Baru, yaitu tahun 1995.
Pertama kali masuk IT Bandung, Aing sudah diincar oleh gerombolan mahasiswa underground saat OSKM berlangsung. Berlanjut ketika OS jurusan yang disebut Masa Adaptasi Diri atau disingkat MAD. Pada waktu kunjungan ke Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS), Aing didatangi oleh 2 orang HMS sambil bawa gulungan koran.
" iiihh panjang rupanya rambut kauw yah..!" Bentak salah seorang dari mereka dengan logat Batak nya.
"apa kow liat-liat woi, matamu itu...!" Kata orang yang berambut ikal panjang berperawakan gemuk buntet hitam menghampiri Aing sambil menunjuk jarinya ke mata Aing.
"aneh banget orang-orang itu..." Pikir Aing dalam hati.
Tiba-tiba mereka memukul Aing menggunakan gulungan koran. Saat itu juga naluri Aing sebagai orang dari Banten yang berambut gondrong sejak SMA melawan. Untung ada dari panitia MAD yang berani memisahkan. Jadi tidak terjadi baku hantam lebih lanjut.
Dari kejadian itulah Aing mulai mengenal mereka yang ternyata adalah gerombolan mahasiswa underground yang tidak termasuk dalam aktivis kampus resmi KM IT Bandung dan punya peran besar dalam melawan Rezim Orde Baru (Orba). Tapi mereka sejak dulu konsisten menuntut dihapuskannya Dwifungsi ABRI dan melawan Rezim Orba. Mereka adalah Amar, Fadjroel, Noel, Ipung, Ari, Tori, Rongges, Ardy, Bludag, Iman, Disiplin, Radja, Tomblok, Kecik, Babung, Bendholz dan lain-lain (Aing poho deui euy).
Sistem kaderisasinya juga unik, memilih mahasiswa yang 'nyeleneh', beda dengan yang lain dan yang terpenting adalah lulus ospek himpunan sebagai parameter utamanya. Jadi, kalau non him (tidak ikut ospek himpunan) sudah otomatis tidak dipilih. Kurikulumnya adalah Sekolah Malam dengan uji nyali mengambil helm menwa di markasnya, masuk kampus menggunakan sepeda motor tanpa sticker dosen, membagikan selebaran gelap (SG), corat-coret dinding kampus dengan propaganda, masang spanduk propaganda, meminta minum di rumah-rumah besar sepanjang jalan Cipaganti dan mencabut spanduk-spanduk yang berisi iklan atau kampanye.
Uji nyali yang paling seram dan menegangkan adalah saat sekolah malam di kawasan Punclut, Bandung Utara yang merupakan salah satu dataran tinggi di kota Bandung. Bisa diakses dari Ciumbuleuit atau Dago Pojok. Kawasan tersebut biasa digunakan sebagai tempat latihan navigasi anak-anak PA. Saat itu pas malam jumat, Aing, Gandul, Palkon, Mike, Tias dan Gaper latihan menjadi orator, di bawa oleh Pipin, Atmo, Tori, Iman, Rongges dan Tomblok. Pipin asyik ngobrol dengan Gaper, sedangkan yang lain sedang latihan orasi. Ternyata, Gaper juga ikut latihan orasi. Jadi siapa yang diajak ngobrol sama Pipin? Hiiiiiiiii, ternyata ada 'Makhluk Lain' yang ikut sekolah malam. Untung kejadiannya diceritakan pada saat sudah sampai di basecamp Pelesiran.
Selain mencari kader-kader yang 'nyeleneh' di setiap jurusan, mereka juga menerbitkan majalah dengan lambang Gajah yang sedang mendobrak tirai besi.
Tahun 1995 dan sebelumnya, ospek himpunan itu merupakan ajang kaderisasi yang bergaya penjelajah alam (PA) seperti yang aing ikuti di SMA. Disitulah militansi, karakter dan ikatan emosi dibentuk. Namun sayang, ospek himpunan angkatan 95 memakan korban teman kelas Aing di SMA. Beliau meninggal saat ospek himpunan dan sejak saat itu ospek himpunan bergaya PA ditiadakan.
Setelah kaderisasinya dianggap cukup, terbentuklah mahasiswa underground angkatan 95 yang terdiri dari 5 orang + 1, yaitu Aing dari jurusan Teknik Arsitektur, Gandul dari jurusan Teknik Kimia, Palkon dari jurusan Teknik Geodesi, Mike, Tias dan Gaper dari jurusan Teknik Geologi. Mulailah Pandawa Lima+1 ini beraksi untuk memperkuat perlawanan terhadap rezim Orba dari kampus. Untuk menambah gaya gedor perlawanan, Kami berkolaborasi dengan aktivis Majalah Boulevard (Edna, Elfi, Ivan....), Theater Mahasiswa (STEMA) namun tetap jadi oposan KM IT Bandung yang banyak diisi oleh aktivis PSIK yang selalu Aing plesetkan menjadi Pusat Santet dan Ilmu Kejawen.
Setiap ada hearing, baik itu di himpunan masing-masing, maupun di Student Center (SC), Kami selalu dianggap sebagai kelompok yang berbeda pandangan dan kadang jadi pengacau. Begitu pun pada saat pemilihan Ketua Himpunan sampai Presiden KM IT Bandung. Kami semuanya tetap konsisten menjadi oposan dari para opportunis meskipun orang yang diusung kalah dalam pemilihan.
Suasana inilah yang menjadikan kehidupan kampus lebih dinamis dan berwarna. Setiap hari, ada saja yang baca puisi di tengah perempatan boulevard, main musik dan teater di lapangan basket.
Puncaknya adalah tahun 1997, saat Kami sudah cukup mengorganisir massa dan jejaring di kampus, kemudian merambah mengorganisir kaum buruh kota. Ditambah lagi dengan bergabungnya Srikandi-Srikandi kampus seperti Muti, Kitin, Merci, Sisca, Grace dan punggawa tambahan seperti Sengsu, Coy, Pius, Rusman, Ade, Aji dan Sudi. Kami mendirikan Aksi Tenda di depan Gerbang Utama Kampus IT Bandung untuk basis perlawanan demo di jalan melawan Rezim Orba. Sebelumnya, secara sporadis Kami melakukan orasi terbuka di lapangan basket dengan orator utamanya adalah Gandul dan ditutup dengan aksi demo di jalanan yang berakhir bentrok dengan Polisi Pengendali Massa (Dalmas).
Pada saat bentrok dengan Dalmas untuk kesekian kalinya (lupa yang ke berapa yah...), Aing dapat tameng dan tongkatnya setelah sebelumnya dikepung oleh Dalmas. Semua orang pada bingung dan panik saat Aing dikepung sama puluhan Dalmas tapi tidak luka sedikit pun, malah dapat tameng dan tongkat. Ini dikarenakan seminggu sebelum kejadian, Aing pulang ke Banten dan minta 'syare'at' ke kakang dan dibekali wafak/jimat berupa kalung alqur'an kecil. Malamnya, Dalmas yang punya tameng dan tongkat itu datang.
"..Mas, minta tolong dikembalikan tameng dan tongkat nya, itu nyawa kedua saya... "
"...mun Aing teu mere kumaha?"
"...tolonglah Mas, kalau tidak dapat, saya akan dihabisi sama Komandan saya, kita sama-sama menjalankan tugas..."
Akhirnya, Aing kembalikan juga tameng dan tongkatnya karena tidak tega melihat wajahnya yang memelas dan mau nangis.
Besok malamnya ada kejadian lagi, ada seorang Intel yang tertangkap oleh kami. Karena dia tidak mengaku, spontan dipukuli sama kami. Tapi herannya, orang itu tidak luka dan tidak merasa kesakitan sedikit pun. Akhirnya Aing ingat kejadian pas dikepung sama Dalmas dan tidak luka sedikit pun karena ada wafaknya. Jadi, Aing periksa dompetnya, ternyata namanya Momon dan ada wafaknya. Aing ambil saja itu wafak, dan begitu dipukul sekali, langsung crottttt berdarah hidungnya. Akhirnya, Kami menyimpan Momon di salah satu ruangan yang ada di kampus.
Memang, sejak aksi tenda yang kami lakukan di depan gerbang kampus IT Bandung, banyak sekali kejadian-kejadian yang aneh. Setiap hari kami dipantau terus sama Intel luar dan Intel dalam kampus, sampai ada kawan kami, Rongges diculik. Kejadian aneh lainnya adalah dukungan masyarakat dengan memberikan logistik makanan, minuman dan perlengkapan tidur. Bisa dikatakan, selama aksi tenda, gizi kami lebih terjamin. Selain gizi terjamin, tidur cukup dan tiap pagi, Aing dibangunin oleh salah satu dayang-dayang Aing. Woooooo indahnya dunia.
Di tenda inilah kami merencanakan dan mengorganisir massa. Di tenda ini juga lahir organisasi gabungan dari berbagai kampus yang dinamakan Gerakan Mahasiswa Indonesia untuk Perubahan atau disingkat GMIP dengan lambangnya tangan meninju ke atas. Lambang itu Aing yang buat. Aksi tenda yang kami lakukan memang tidak direstui oleh pihak rektorat IT Bandung, komoh deui sama KM nya. Di sini, terlihat sekali opportunisnya mereka, setelah aksi tenda kami menguat dan banyak dukungan, baru mereka mau bergabung dan meneriakkan 'Reformasi' serta membuat lambang tangan merah terbuka.
Lalu, bagaimana dengan kuliahnya?
Setelah lulus OSKM, MAD dan kaderisasi mahasiswa underground, Aing merasa bangga dan paham dengan spanduk yang tertera di gerbang kampus, "Selamat Datang Putra-Putri Terbaik Bangsa". Seperti mahasiswa lainnya, Aing menjalani apa yang disebutnya penataran P4 dan TPB, kalau tidak salah kependekan dari Program Penghayatan Pengamalan Pancasila dan Tahap Persiapan Bersama. TPB merupakan SMA kelas 4 yang masih ada pelajaran umum seperti di SMA.
Nah, setelah TPB diselesaikan dengan beberapa mata kuliah yang selalu diulang seperti kalkulus, sampai mendapatkan nilai A, mulailah Aing jarang kuliah pagi sore, tapi rajin kuliah malam subuh. Biar ekonomis, ngekost nya di himpunan dan bantu buat maket para senior yang sedang Tugas Akhir.
Enaknya ngekost di himpunan selain gratis, tiap pagi dibangunkan sama teman bageur Aing sejak SMA, ya pastilah cewek, salah satu kembangnya ar95 yang laris manis dikerubuti laron. Terpaksa deh kuliah pagi. Untuk urusan perut, anak kost model Aing tidak begitu susah. Semudah kawan-kawan Batak punya prinsip.
"Semua hewan berkaki empat kumakan, kecuali meja! Itupun karena keeraaasnya!" Tapi suwer, Aing teu ngadahar anying kampus (ada kabar kehebohan yang terjadi di kampus karena anjing-anjing kampus mendadak hilang), paling nu ngadahar si eta nu aya di gerombolan jurig malam, komoh deui mun anyingna hideung, langsung dikarungan.
Pagi bisa makan di warung Pak Kandar, siang, jika tidak ada yang traktir, ya makan lotek. Malamnya di dwilingga atau cukup kopi, rokok, truf pki dan main karambol. Kadang kalau dapat orderan buat maket, selama minimal sebulan dijamin gizinya sama pemberi order.
Jurusan Teknik Arsitektur IT Bandung merupakan satu-satunya jurusan yang memiliki akses terpanjang dari Barat ke Timur. Di sebelah Barat bertetangga dengan jurusan Fisika dan Sipil. Di kawasan Barat ini ada ruang himpunan, kavling buat yang tugas akhir, toilet, kantin Pak Kandar, warung lotek, studio tempat buat maket, ruang kelas, Cad Lab, tata usaha dan ruang dosen. Di kawasan Timur, ada kantin Bang Edi, ruang dosen, toilet dan studio.
Ada untungnya juga punya jurusan terpanjang aksesnya, salah satu nya praktek lapangan untuk materi 'Menejemen Aksi'. Aing harus tau kondisi titik-titik penting lapangan.
Salah satu titik penting yang harus aing selidiki adalah ruangan yang setiap dilewati terlihat wajah hitam laki-laki dari jendela, sedang asik menatap monitor komputer, wajahnya kusam, seperti habis begadang. Itu ruangan apa yah, setiap hari dari pagi sampai subuh banyak mahasiswa yang keluar masuk sambil bawa gulungan kertas gambar.
"Eta teh ruangan ketleb..." Kata seseorang yang Aing lupa namanya.
"Eta barudak keur kursus otoket, ngeprin gambar de el el.." Lanjut dia menerangkan karena ningali Aing bengong-bengong bego teu ngarti.
"Oooo, kitu nya..baradak kabeh kertasna, bisa yah segede gitu ngeprint..." Aing masih belum percaya ada alat yang bisa ngeprint sebesar ukuran A0, da baheula bae pas masih SMA ngan diajar ngetik manual bari ditutupan panon na, istilahna ngetik buta 10 jari. Edun pisan euy......
Itulah pertama kalinya Aing mengetahui teknologi canggih tidak hanya sebatas kertas A4 dan WS, ternyata ada mesin yang bisa buat gambar arsitektur. Tapi tetap saja tidak tertarik untuk belajar memakai CAD, masih senang memakai tangan, sketsa, pensil, rapido, penggaris segita ajaib, tekenhak, meja gambar dan tracing di kaca. Sementara yang lain, termasuk kawan satu angkatan sudah mulai menggunakan komputer.
Ego untuk enggan mendesain menggunakan komputer itu mulai hilang dikala jurusan Arsitektur pindah ke gedung yang baru selesai dibangun. Aing ningali kok banyak orang yang main-main di ketleb sampai begadang. Ada yang ketawa ketiwi, betah bener, lebih betah dibanding Aing yang ngekost di himpunan.
"...ee Das sini lu...!" Panggil Cemok 1 dari balik pintu kaca ruang komputer CadLab. Saat itu Aing menuju ruang tempat teman-teman ngumpul untuk buat tugas kuliah.
"..ngapain Mok?" Aing masih enggan masuk ruang komputer.
"...masuk aj dulu.." Cemok 1 terus berusaha memaksa Aing yang memang sekalipun tidak pernah masuk ruang komputer.
Ini hari bersejarah Aing, moment yang tidak akan dilupakan. Ya, hari jumat siang tepatnya. Aing akhirnya masuk, duduk dan mulai mengerjakan tugas menggunakan komputer. Selain Aing dan Cemok 1, ada juga mahasiswa lain beda angkatan yang sedang duduk di depan komputer. Entah apa-apa yang dikerjakan mereka, yang jelas bunyi jari-jarinya menyentuh papan ketik ketak ketuk ketuk ketak sambil tertawa hahahihi. Dah gilak kayaknya.
"...ngapain orang-orang itu mok?"
"Ooo... mereka lagi ceting.."
"Apa tuh ceting?"
"...ceting itu berkomunikasi dan ngobrol dengan orang lain menggunakan software ICQ dan MIRC...adanya di komputer yang terhubung dengan internet."
Aing tambah terbengong-bengong dengan keajaiban teknologi ini. Melihat orang menggunakan pager untuk komunikasi saja, aing sudah kagum. Ini bisa berkomunikasi di depan komputer sambil bisa mengerjakan tugas dan kadang tertawa-tiwi. Benar-benar hebat teknologi internet ini.
Sejak saat itulah Aing kecanduan ceting, lalu buat akun di ICQ, MIRC, Friendster dan email. Hampir tiap hari Aing selalu ke CadLab dan bergabung dengan mahasiswa lain beda angkatan yang sama-sama kecanduan internet. Kehidupan malam Aing bertambah, bersaing dengan para kuncen CadLab yang diadmini oleh Mahadewa Erwin, Bram, Jay dan Aswin. Mereka semua ternyata betah di kampus karena bisa akses internet secara bebas. Karena pada saat itu internet masih mahal, apalagi untuk mahasiswa yang ngekost di kampus seperti Aing, dan kampus IT Bandung adalah satu-satunya kampus yang punya akses internet tanpa batas.
Ternyata para admin CadLab itu main internet juga, pantas sejak di ruang jurusan lama, mereka betah di depan komputer sampai kusam bulukan gitu. Selain ceting di CadLab, Aing juga ceting di Lab Sipil bersama Bored, Bontor, Atmo, Dodi, Tomblok dan Pipin.
Malam berganti malam, hari berganti hari, dan sampailah kami mulai dibatasi main internet oleh para admin itu. Kami, yang kecanduan internet saat itu, Aing, Mamen, Patua, Vito, Bean, Ima, Melur, Kitin, Fatin, Cemok 1 dan 2 dari angkatan 95. Dungcrek, Hilal, Steve, Germo dan Alek dari angkatan 94. Sapto, Mardon, Jami dan Dona dari angkatan 96. Mulai menggalang kekuatan untuk melawan pembatasan akses internet oleh para admin. Kami tidak tahu mengapa mereka melakukan itu semua, apa karena merasa terganggu, atau merasa terancam, hanya mereka yang tahu. Yang jelas, dampak positifnya adalah kami mendirikan warung internet (warnet) dengan nama bloOp_station di jalan Cihampelas nomor 197 pas belokan jalan Lamping. Proses berdirinya warnet itu sangat unik, kami, yang terdiri dari Aing, Mamen, Patua, Vito, Bean, Dungcrek, Hilal, Steve, Sapto, Mardon, Jami dan Dona patungan untuk modalnya. Selain uang, komputer pribadi pun di bawa untuk melengkapi sarana prasarana warnet. Uang yang terkumpul sekitar 35 jt dan sudah cukup untuk menyewa rumah, membuat meja kursi, menata interior dan sewa provider. Jadilah Warnet bloOp_station, salah satu pelopor warnet murah di Bandung, Rp. 2500/jam. Kalau Aing, dananya didapat dari uang kost selama satu tahun. Jadi anggaplah Aing ngekost di warnet tapi punya penghasilan dan yang terpenting adalah akses internet tanpa batas dan tanpa diganggu oleh para admin CadLab.
Aing sekarang tergolong pengusaha, sekaligus menejer yang harus menghidupi kebutuhan diri sendiri, pegawai dan para pemegang saham. Inilah pertama kalinya mendapat penghasilan dari pemilik usaha setelah sebelumnya menjadi pegawai maketor.
Aing sudah tidak meminta lagi uang kost dan biaya hidup dari Abah di Serang, bahkan bisa memberi tambahan biaya buat kakak dan adik yang juga sekolah di Bandung.
Sebagai pengusaha sekaligus menejer, Aing harus meningkatkan penghasilan warnet. Langkah-langkah yang ditempuh adalah memberikan diskon bagi user yang mainnya minimal 1 jam, menjadikan warnet sebagai tempat gathering, basecamp dan aktif di MIRC dengan membuat channel dan menjadi koboy dalnet. Usaha-usaha itu berhasil, warnet jadi penuh dan antri. Kami baru kebagian main internet setelah jam 12 malam. Terkadang, ketika harus online karena sudah janjian dengan gebetan, aing main internet di kampus. Kecuali Mardon, Steve dan Dona, kami menjadikan warnet ini sebagai tempat kost juga, jadilah satu kamar dijadikan sebagai ruang tidur. Pas waktunya tidur, ruang tersebut jadi seperti tempat ikan pindang, apalagi kalau ada tamu, teman ceting dari luar kota yang singgah di warnet.
Di warnet bloOp_station inilah kami menikmati kehidupan dunia maya tanpa batas. Bebas sebebas-bebasnya air sungai yang mengalir dari hulu ke hilir. Kami menikmati kehidupan yang lebih murah bahkan gratis dan dapat bayaran. Mau dengar musik tinggal download mp3. Mau nonton film bokep tinggal masuk ke website nya. Mau buku-buku pergerakan atau tentang arsitektur tinggal pesan dan dikirim ke Indonesia. Mau pakaian atau aksesoris mewah tinggal pesan, merk luar negeri semua. Mau pacaran tanpa dibatasi waktu dan tempat, tinggal gebetan dengan orang-orang dalam negeri bahkan luar negeri. Mau makan, yang merupakan masalah utama anak kost, tinggal pilih saja dan pesan karena di warnet ada cafenya.
Tahun 1998, saat rezim Orba runtuh, warnet malah booming. Kawan-kawan seperjuangan pun mulai mendirikan warnet. Bontor membuat Indo2000, Inton membuat Trisetia, Bored, Tomblok, Dodi, Alek, Darius membuat Klabang, Parjo membuat Garphis. Wah senangnya, akses internet aing jadi tambah banyak. Runtuhnya rezim Orba tidak terlepas juga dari perkembangan Teknologi Internet yang ikut andil dalam penyebaran informasi dan penggalangan simpul-simpul pergerakan.
Dengan runtuhnya rezim Orba, kami, yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Indonesia untuk Perubahan (GMIP) sudah tidak memiliki musuh bersama lagi. Akhirnya kami kembali ke habitatnya masing-masing. Ada yang konsen menyelesaikan tugas akhir, ada yang kembali ke warnet dan ada yang kembali ceting menjadi koboy dalnet. Itulah Aing, yang mempunyai prinsip hidup nyeleneh, salah satunya "Lulus Kuliah itu jangan Tepat Waktu, tapi pada Waktu yang Tepat".
Seiring dengan berjalannya waktu, warnet bloOp_station ditinggalkan oleh para pendirinya tahun 2000 dan dilanjutkan oleh Sapto. Tahun 2001, aing lulus kuliah dengan nilai tugas akhir nya A++. Nilai tugas akhir nya sih A doang, plus nya adalah Abah meninggal (Alfatehah untuk Abah dan Ibu) dan Aing dapat pasangan hidup.
Salam salut Aing untuk semuanya. Kelen semua tidak ada yang opportunis meskipun sudah lulus, bahkan ada yang sampai PhD.
Aing, sekarang jadi abdi dalem (PNS) dan Pegiat Bambu.
Gandul, sekarang tinggal di Norwegia, PhD nya sudah selesai belum?
Palkon, sekarang tinggal di Batam, kerjanya apa yah?
Mike, sekarang tinggal di Jakarta dan kerja dipertambangan.
Tias, dimana dia?
Gaper, jadi dosen ITB.
Sengsu, nikah sama sisca.
Lusi, kerja di bagian keuangan.
Merry,
Pius, aktivis lingkungan.
Coy, aktif di KSP.
Sudi, caleg PSI, tetat semangap sud! meskipun gagal.
Kredit Photo : Koleksi Pribadi Robert Barus
Comments