Spirit Of Banten : Edisi Di Bawah Menara Banten

Tanggal 14 Mei 2017 kami paksakan untuk memulai aksi nyata Festival Ramadhan Kesultanan Banten (FRKB) yaitu Gowes Santai dan Tanam Pohon. Meskipun minim dukungan bahkan belum dapat dana sponsor, kami tetap semangat mencintai dan berkarya nyata untuk membangun kembali peradaban Banten seperti jaman Kesultanan.
Memang tidak banyak yang ikut gowes santai dan tanam pohon, hanya sekitar 20-80 orang, namun itu suatu permulaan yang sangat baik untuk memulai sebuah mimpi besar yang kami susun di bawah Menara Banten.
Di Kompleks Masjid Agung Banten, kami merasakan Keagungan dan Kesakralan sebuah bangunan yang menghubungkan manusia dengan Sang Khalik melalui Karomah Maulana Hasanuddin, Sultan Banten pertama. Orang-orang dari seluruh pelosok negeri dan Timur Tengah serta Afrika berbondong-bondong datang untuk wisata religius. Ingin sekali Banten Lama ini seperti Madinah dan Mekkah yang menjadi destinasi wisata religius yang aman dan nyaman.
Di Istana Surosowan dan Kaibon, kami merasakan Kemegahan suatu bangunan sebagai simbol kejayaan peradaban Kesultanan Banten yang arif dan bijaksana. Ingin sekali istana-istana tersebut dibuat replikanya dan dijadikan sebagai tempat tinggal para keturunan Sultan Banten sebagai Entitas Budaya dan Pusat Peradaban Banten.
Di Pelabuhan Karangantu, kami merasakan kesibukan para saudagar-saudagar Timur Tengah, Afrika, India, Asia dan Eropa yang hilir mudik menyandarkan kapal untuk berdagang. Ingin sekali Pelabuhan Karangantu itu direvitalisasi kembali sebagai pusat perekonomian dan jalur utama perdagangan internasional. Kanal-kanalnya difungsikan kembali untuk jalur transportasi dari Karangantu menuju Banten Lama.
Di Benteng Speelwijk dan Vihara Avalokitesvara, kami merasakan ketamakan VOC dan toleransi beribadah antara umat Islam dan Buddha. Ingin sekali di benteng tersebut kanalnya direvitalisasi kembali sebagai jalur transportasi dan diberikan diorama sejarah berdirinya Benteng Speelwijk. Sedangkan Viharanya amat sangat terpelihara dengan baik dibandingkan dengan Masjid Agung Banten.
Di kampung Pamarican (Pecinan) dan Dermayon, kami merasakan suasana harmonisasi masyarakat pendatang dalam menggerakkan roda ekonominya yaitu dengan berdagang dan bertani. Ingin sekali kampung-kampung tersebut dijadikan kampung yang ramah lingkungan. Rumah Cina dan Masjid Pecinan yang tinggal Menara dan Mihrabnya dibuat replika dan diorama sejarah berdirinya kampung-kampung tersebut.
Di Tasikardi, kami merasakan kehebatan strategi perencanaan tata kelola air yang sangat mengagumkan dari Kesultanan Banten untuk kesejahteraan dan kesehatan masyarakatnya. Tasikardi bisa memenuhi kebutuhan air untuk persawahan dan kebutuhan air bersih wilayah Istana Surosowan dan sekitarnya. Airnya mengalir melalui proses penyaringan di Pengindelan Abang, Putih dan Emas. Ingin sekali sistem penyaringan ini direvitalisasi kembali sebagai pembelajaran kita tentang tata kelola air yang baik dan benar.
Ya, di bawah Menara Banten ini, kami rangkai kembali peradaban-peradaban yang terserak. Tetap semangat mencintai dan berkarya untuk Kejayaan Banten.
#SpiritOfBanten #TheLandOfJawara
























https://www.youtube.com/channel/UCnif-azGVIuo_xOYHUgtbAA

Comments

Popular posts from this blog

Pepadone Wong Serang, Kamus Base Jawe Serang

Kisah Gantarawang dan Abah Manta Sang Kuncen Terakhir

Asal Usul Jalan Kiyai Haji Sulaiman di Kota Serang Banten