Seba Baduy, Penghormatan atau Peringatan?
Tanggal 28-29 April
2017 nanti, akan ada tradisi ritual budaya lokal yang sudah turun temurun
dilakukan oleh Masyarakat Adat di Wewengkon Kanekes (orang-orang biasa
menyebutnya Suku Baduy), Pegunungan Kendeng, Kabupaten Lebak Provinsi Banten.
Orang-orang di luar Wewengkon Kanekes menyebutnya Seba Baduy. Sebuah ritual
perjalanan yang dilakukan oleh ribuan masyarakat dari Wewengkon Kanekes menuju
Rangkasbitung tempat Penggede Kabupaten Lebak dan Kota Serang tempat Penggede
Provinsi Banten dengan membawa berbagai hasil bumi untuk dinikmati para
Penggede Lebak dan Banten.
Kebanyakan orang
menganggap ritual Seba Baduy merupakan bentuk penghormatan Suku Baduy kepada
Penggede Lebak dan Banten. Anggapan ini diperkuat dengan berbagai hasil bumi
yang dibawa Suku Baduy dan diberikan kepada Penggede sebagai 'seserahan'. Ditambah
lagi cara Penggede menerima kedatangan Suku Baduy seperti penguasa dan
rakyatnya.
Kenyataannya, Ritual
Seba Baduy merupakan suatu peringatan yang harus disampaikan tiap tahun kepada
Penggede di Lebak dan Banten. Ritual perjalanan yang dilakukan dengan jalan
kaki, menunjukkan bahwa masih ada sebuah kawasan yang merupakan Pancer Bumi,
Pusatnya Bumi dan sampai sekarang terjaga oleh 2 Jaro Tangtu dan 1 Pu'un.
Perkembangan jaman yang
serba digital dan teknologi informasi yang terus menyelinap disudut-sudut
pelosok negeri, tidak mampu menembus kesakralan Cikertawana, Cibeo dan Cikeusik
dengan Hutan Sasaka Domasnya sebagai benteng alam Wewengkon Kanekes.
Dengan berjalan puluhan
kilo meter tanpa alas kaki sambil membawa berbagai hasil bumi, Masyarakat Baduy
mengajarkan kita tentang gaya hidup ramah lingkungan sekaligus peringatan bagi
Penggede untuk tidak mengeksploitasi alam.
Bermukim dalam tradisi Masyarakat Baduy, tidak hanya sebagai tempat tinggal, di sinilah masyarakat melakukan ritual kehidupan. Ketika alam menyediakan sumber kehidupan, maka di situlah terjadi bentuk komunikasi antar individu, keluarga, masyarakat, sesama makhluk hidup dengan alam dan Penciptanya.
Tradisi tersebut tertuang dalam falsafah hidup “Leuweung Hejo Rakyat Ngejo“, Hutannya Hijau, Rakyatnya Makmur. Mereka punya kawasan yang disebut Tanah Tutupan, Titipan dan Olahan. Tanah Tutupan merupakan hutan yang boleh dimanfaatkan non kayunya. Luasnya ±51,2% dari luas kawasan tempat sumber air berada. Tanah Titipan yang disebut Sasaka Domas, adalah tanah yang dijaga dan dilestarikan untuk keseimbangan alam, berupa hutan dengan luas ±37,7% yang tidak boleh dimanfaatkan kayu dan non kayunya. Bahkan yang boleh memasukinya hanya Pu'un, itupun setahun sekali. Sisanya ±11,1% merupakan Tanah Olahan yang dimanfaatkan untuk perkampungan, persawahan dan lainnya.
Bermukim dalam tradisi Masyarakat Baduy, tidak hanya sebagai tempat tinggal, di sinilah masyarakat melakukan ritual kehidupan. Ketika alam menyediakan sumber kehidupan, maka di situlah terjadi bentuk komunikasi antar individu, keluarga, masyarakat, sesama makhluk hidup dengan alam dan Penciptanya.
Tradisi tersebut tertuang dalam falsafah hidup “Leuweung Hejo Rakyat Ngejo“, Hutannya Hijau, Rakyatnya Makmur. Mereka punya kawasan yang disebut Tanah Tutupan, Titipan dan Olahan. Tanah Tutupan merupakan hutan yang boleh dimanfaatkan non kayunya. Luasnya ±51,2% dari luas kawasan tempat sumber air berada. Tanah Titipan yang disebut Sasaka Domas, adalah tanah yang dijaga dan dilestarikan untuk keseimbangan alam, berupa hutan dengan luas ±37,7% yang tidak boleh dimanfaatkan kayu dan non kayunya. Bahkan yang boleh memasukinya hanya Pu'un, itupun setahun sekali. Sisanya ±11,1% merupakan Tanah Olahan yang dimanfaatkan untuk perkampungan, persawahan dan lainnya.
Untuk Ketahanan Pangan,
Masyarakat Baduy mampu memenuhi kebutuhanya sendiri, bahkan berlebih sehingga,
setiap tahunnya bisa berbagi ke Para Penggede melalui tradisi Seba Baduy. Lahan
persawahannya (±10,4%) mampu memenuhi lumbung padi (leuit) yang jumlahnya
ribuan. Bahkan, ada padi yang usianya puluhan tahun masih layak dimakan dan
dikeluarkan saat Upacara Seren Taun. Ini bukti hasil padinya melimpah dan tidak
habis di makan sendiri walaupun panennya sekali setahun.
Untuk ketahanan lingkungan binaannya, belum pernah terdengar kejadian bencana alam yang diakibatkan ulah tangan manusia. Tanah Tutupannya mampu memberikan mata air dan cadangan yang melimpah sebagai sumber kehidupan. Keseimbangan alamnya pun tetap terjaga dengan adanya Tanah Titipan.
Untuk ketahanan lingkungan binaannya, belum pernah terdengar kejadian bencana alam yang diakibatkan ulah tangan manusia. Tanah Tutupannya mampu memberikan mata air dan cadangan yang melimpah sebagai sumber kehidupan. Keseimbangan alamnya pun tetap terjaga dengan adanya Tanah Titipan.
Untuk ketahanan papan,
banyak tersedia material seperti kayu, bambu, ijuk, batu, pasir untuk membangun
permukimannya. Polanya pun tertata dengan baik yang mengutamakan keserasian
Adat, Kepercayaan dan Negara yang diwakili oleh Baduy Luar dan Baduy Dalam
(Jero) yaitu Cikertawana, Cibeo dan Cikeusik. Ketiga Tangtu Jero tersebut
dikelilingi oleh Baduy Luar dengan pola tapal kaki kuda sehingga terkesan
membentengi 3 Tangtu Jero.
Dengan komposisi
penataan ruangnya, Masyarakat Baduy memiliki kualitas hidup yang jauh lebih
baik dibandingkan di perkotaan, dan memiliki peran yang besar dalam konservasi
lingkungan, penanggulangan bencana serta pengembangan ekonomi rakyat.
Oleh karena itu, Seba Baduy ini merupakan momen silaturrahmi untuk mengingatkan Para Penggede supaya tidak mengeksploitasi alam secara tidak adil dan seimbang. Beberapa tahun belakangan ini, Masyarakat Baduy resah dengan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh perusahaan Migas asing di Wewengkon Kanekes. Para Penggede wajib menjaga wilayah di luar Wewengkon Kanekes sehingga tercipta keseimbangan alam seperti yang sudah dilakukan oleh Masyarakat Baduy dengan ujar-ujarnya :
Lojor teu beunang dipotong
Oleh karena itu, Seba Baduy ini merupakan momen silaturrahmi untuk mengingatkan Para Penggede supaya tidak mengeksploitasi alam secara tidak adil dan seimbang. Beberapa tahun belakangan ini, Masyarakat Baduy resah dengan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh perusahaan Migas asing di Wewengkon Kanekes. Para Penggede wajib menjaga wilayah di luar Wewengkon Kanekes sehingga tercipta keseimbangan alam seperti yang sudah dilakukan oleh Masyarakat Baduy dengan ujar-ujarnya :
Lojor teu beunang dipotong
Pondok teu beunang disambung
Gunung teu beunang dilebur
Lebak teu beunang dirakrak
Buyut teu beunang dirobah
Larangan aya di darat di cai
Gunung aya maungan, lebak aya badakan
Lembur aya kokolotan, leuwi aya buayaan
Kudu teguh kudu patuh
Kudu cageur kudu bageur
Kudu pinter kudu beneur
Kudu Jalingeur kudu cingeur
Manuk hirup ku jangjangna
Lauk hirup ku asangna
Jelema hirup ku akalna
Otak, taktak, jeung ceplak
Mun teu bisa unyeum-unyeum
kudu bisa unyam anyam
Saluhureun pi bapaeun
Sapantaran pi batureun
Sahandapeun pi anakeun
Neangan elmu ti bincurang
Tapi ti papada urang
Lembu kungkung, kuda cangcang
Kebo kaluhan, jelema ikrab, ijab lisan
Jelema teu beunang dipeuncit diarah dagingna
tapi ucapan atawa lisanna
Selamat
Datang Masyarakat Wewengkon Kanekes! Tetap Semangat dan Menjaga Tanah Jawara
ini sebagai Pancer Bumi!Lebak teu beunang dirakrak
Buyut teu beunang dirobah
Larangan aya di darat di cai
Gunung aya maungan, lebak aya badakan
Lembur aya kokolotan, leuwi aya buayaan
Kudu teguh kudu patuh
Kudu cageur kudu bageur
Kudu pinter kudu beneur
Kudu Jalingeur kudu cingeur
Manuk hirup ku jangjangna
Lauk hirup ku asangna
Jelema hirup ku akalna
Otak, taktak, jeung ceplak
Mun teu bisa unyeum-unyeum
kudu bisa unyam anyam
Saluhureun pi bapaeun
Sapantaran pi batureun
Sahandapeun pi anakeun
Neangan elmu ti bincurang
Tapi ti papada urang
Lembu kungkung, kuda cangcang
Kebo kaluhan, jelema ikrab, ijab lisan
Jelema teu beunang dipeuncit diarah dagingna
tapi ucapan atawa lisanna
https://www.youtube.com/playlist?list=PLrOL3iBm5pVKheyV-ll6schhg2ds7XybB
Comments