Serang, Wisata Peradaban 3 Zaman




Serang, dalam bahasa Sunda artinya sawah, yaitu tanah yang digarap dan diairi untuk ditanami padi. Pantas saja wilayah yang berada di sebelah Barat DKI Jakarta, sekarang masuk ke dalam Provinsi Banten dan menjadi Ibu Kota Provinsi, disebut Serang karena memiliki bentang alam dan topografi dataran rendah yang sangat ideal untuk menjadi lahan pertanian padi. Wilayah Serang dialiri oleh dua sungai yaitu Ciujung dan Cibanten bagian hilir yang semuanya bermuara di Teluk Banten. 
Sejarah kehidupan manusia, ribuan tahun yang silam, tidak akan lepas dari peranan sungai. Di pesisir sungailah lahir peradaban besar, seperti Mesir dari Sungai Nil, China dari Sungai Huang Ho, India dari Sungai Gangga, Persia dari Sungai Eufrat dan Tigris. Begitu juga dengan Indonesia, seperti Salakanegara, Kutai, Tarumanegara, Majapahit, Sriwijaya, Pajajaran, Sunda dan Kesultanan Banten. Sungai menjadi titik nadir kehidupan peradaban pada saat itu.


1. Peradaban Zaman Kolonial Belanda (1813 - 1945)

Menurut Dr. Mufti Ali, Sejarahwan Banten, Serang sebagai sebuah kota dimulai tahun 1820 sesuai keputusan resmi Ratu Belanda melalui Gubernur Jendral Hindia Belanda G.A.G.Ph. Van Der Capellen (1816 - 1826). Pembangunan kantor-kantor Keresidenan (sekarang menjadi Museum Negeri Banten, Pendopo Kab. Serang dan lain-lain) dimulai tahun 1817, selesai dan mulai difungsikan tahun 1819. Setelah itu dibangunlah fasilitas-fasilitas lainnya seperti alun-alun, tempat ibadah, sekolah, kantor, penjara dan lain-lain. Sehingga, pasca tahun 1820, Serang menjadi wilayah yang paling lengkap untuk disebut kota karena memiliki pusat pemerintahan, alun-alun sebagai meeting point, pasar, sekolah, rumah sakit, rumah ibadah dan penjara. Jadilah Kota Serang sebagai kota terencana dan acuan untuk kota-kota lainnya serta menjadi ciri khas kota yang dibangun Zaman Kolonial. 
Pada zaman itu, batas Kota Serang sebelah Barat adalah Cibanten, Utara adalah Pasar Lama, Timur adalah bangunan yang sekarang digunakan sebagai Mapolres dan sebelah Selatan adalah Benggala. Untuk membangun sebuah kota baru, membutuhkan dana yang sangat besar sekali. Oleh karena itu, Gubernur Hindia Belanda yang kekurangan dana pada saat itu, mendesak para pengusaha Tionghoa untuk berpartisipasi dalam membangun Kota Serang. Sebagai imbalannya, para pengusaha Tionghoa tersebut mendapatkan konsesi lahan perkebunan dalam bentuk hak guna usaha. Konsensi lahan perkebunan tersebut pertama kali dilakukan pada masa Gubernur Jendral Daendels yang mengkonversikan hutan-hutan yang ada di Banten menjadi lahan perkebunan.
Meskipun para pengusaha Tionghoa tersebut tidak semuanya tinggal di Kota Serang, ada juga yang tinggal di Batavia dan sekitarnya, selain jadi donatur, mereka juga ikut andil dalam menggerakkan perekonomian Kota Serang. Tidak heran jika di Kota Serang terdapat Pecinan seperti Kampung Mangga Dua, pusat perdagangan dan jasa seperti Pasar Lama dan Royal serta Petekong atau Vihara tempat ibadah orang Tionghoa.
Guna mendukung perekonomian dan mobilitas di Kota Serang, maka dibangunlah jalur transportasi kereta api dari Batavia ke Rangkas Bitung (1896 - 1899), Rangkas Bitung ke Serang sampai Anyer Lor (1901 - 1905) dan Rangkas Bitung ke Labuan (1905 - 1908). Ada dua stasiun yang dibangun di Kota Serang, yaitu Stasiun Serang dan Karangantu. Sebelumnya, pada masa Gubernur Jendral Daendels (1808 - 1811) dibangun jalan sepanjang 1000 km dari Anyer sampai Panarukan dengan cara kerja paksa. Di Serang, jalan ini berada di jalan Cilegon Serang sampai alun-alun Kramatwatu, kemudian belok kiri di jalan menuju Tasikardi, terus ke jalan menuju Banten Lama dan Karangantu. Dari Karangantu menuju jalan Banten sampai jalan Pangeran Diponegoro, jalan Brigjen K.H. Syamun, jalan Jendral A. Yani, jalan Jendral Besar Soedirman dan jalan Raya Serang Jakarta.
Selain Kampung Pecinan, terdapat juga permukiman yang tumbuh dan berkembang di zaman kolonial ini di sepanjang aliran Cibanten seperti Kampung Kubang, Kaujon, Kaloran, Pekarungan dan Pasar Lama. Dengan beroperasinya Stasiun Serang dan berkembangnya pasar yang lebih modern, Royal namanya, berkembang pula permukiman seperti Kampung Calung, Cilame, Kebon Sayur, Kebon Sawo dan Pegantungan.

2. Peradaban Zaman Kesultanan Banten (1526 - 1813)

Kota Serang adalah sebuah Kota yang memang sudah direncanakan oleh Belanda pasca penghapusan dan penghancuran Kesultanan Banten. Letaknya sekitar 10 km dari Pusat Pemerintahan Kesultanan Banten ke arah Selatan. Kawasan Pusat Pemerintahannya berada di hilir pesisir Cibanten. Ada beberapa alasan mengapa lokasi tersebut dipilih oleh Belanda yaitu dekat dengan sumber air, dikelilingi lahan persawahan yang merupakan sumber pangan dan aksesnya mudah, masih dekat dengan Pelabuhan Bantam, bisa melalui jalur Cibanten dan jalan yang dibangun pada masa Gubernur Jendral Daendels. 
Pemilihan lokasi tersebut tidak terlepas dari cara Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah dan Maulana Hasanudin menentukan lokasi Pusat Pemerintahan Kesultanan Banten pasca ditaklukkannya Kerajaan Sunda di Banten Girang (sekarang masuk ke daerah Kampung Sempu).
Tahun 1526, Syarif Hidayatullah merestui Hasanudin untuk membangun Pusat Pemerintahan Kerajaan Islam Banten di sebelah Barat Muara Cibanten atau pesisir Teluk Banten. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada nilai strategis pesisir Teluk Banten sebagai pelabuhan internasional yang disinggahi kapal-kapal dagang dari Bangsa Arab, India, China dan Europa. Sebelumnya, pola yang sama sudah dilakukan oleh Kerajaan Islam Demak dan Cirebon. supaya lebih ....

bersambung.........

Comments

Popular posts from this blog

Pepadone Wong Serang, Kamus Base Jawe Serang

Legenda Desa Gunung Malang

Tanah-Tanah Strategis di Kota Serang