Peradaban 3 Zaman di Kota Serang yang Terancam Hilang
Alun-Alun Banten Lama dipasang payung dan perkerasan, tidak ada lagi ruang terbuka hijau, kredit photo : akun fb Aleks FS.
Sejak tahun 2000, Kota Serang ditetapkan
sebagai Ibu Kota Provinsi Banten. Salah satu yang mendasari penetapannya adalah
karena Kota Serang merupakan kota tempat peradaban 3 zaman berada, yaitu zaman Kerajaan
Hindu, Kesultanan Banten dan Kolonial Belanda. Zaman Kerajaan Hindu yang
merupakan bagian dari Kerajaan Padjadjaran dengan Rajanya bernama Prabu Pucuk
Umun lokasinya berada di Banten Girang, sekitar Sempu. Zaman Kesultanan Banten
dengan Maulana Hasanuddin sebagai Sultan Banten pertama membangun pusat
Kesultanannya di sekitar Muara Cibanten pesisir Teluk Banten yang sekarang
selalu disebut Banten Lama. Zaman Kolonial Belanda, membangun pusat kotanya
diantara Banten Girang dan Muara Cibanten, sekarang masuk dalam wilayah
Kelurahan Kota Baru Kecamatan Serang.
Untuk Zaman Kerajaan Hindu, tidak banyak
artefak yang ditemukan atau memang belum digali secara optimal, ditambah lagi
sudah banyak berdiri permukiman dan bangunan sehingga sudah bias keberadaannya.
Sedangkan untuk Zaman Kesultanan Banten, banyak artefak-artefak yang telah
ditemukan meskipun masih banyak lagi yang harus digali, bahkan ada beberapa
bangunan yang masih bisa dinikmati meskipun tidak utuh seperti Masjid Pecinan,
Istana Surosowan, Masjid Agung Banten, Tasikardi, Pengindelan, Kanal, Jembatan
Rante, Istana Kaibon dan lain-lain. Zaman Kolonial Belanda, artefak yang baru
diketemukan adalah gorong-gorong saluran air bawah tanah dari alun-alun, pasar
lama sampai Cibanten. Sedangkan bangunan dan kawasan yang masih bisa dinikmati
adalah alun-alun, eks Pendopo Keresidenan Banten, Perkantoran Kabupaten Serang,
Kantor Polsekta Serang, Gereja, Rumah Dinas dan lain-lain.
Selama menjadi Ibu Kota Provinsi,
kepedulian Pemerintah baik itu dari Kota Serang maupun dari Provinsi Banten
(apalagi dari Pusat) terhadap Peradaban 3 Zaman tersebut sangatlah kurang dan
cenderung abai. Kerinduan akan bangkitnya kembali kejayaan Banten Masa
Kesultanan itu begitu besar, salah satunya adalah keinginan untuk merevitalisasi
Kawasan Kesultanan Banten yang biasa disebut Banten Lama. Dan harapan itu
datang pada saat Wahidin Halim dan Andhika terpilih menjadi Gubernur dan Wakil
Gubernur Banten. Dalam salah satu gebrakan 100 harinya, Revitalisasi Banten
Lama menjadi target yang diutamakan. Namun sayang, niat baik merevitalisasi
Banten Lama itu tidak disertai dengan Pedoman Revitalisasi Kawasan CagarBudaya. Puluhan bahkan ratusan milyar dana yang digelontorkan tahap pertama
hanyalah menghasilkan penataan yang menghilangkan makna Revitalisasi.
Begitu pun dengan Alun-Alun Kota Serang.
Di akhir masa jabatan sebagai Walikota Serang 2 periode, Pak Jaman melakukan
seremoni peletakkan batu pertama Pembangunan Masjid Agung Kota Serang di
Alun-Alun Barat. Jika ini benar-benar terjadi, maka akan dipastikan Kota Serang
menghilangkan makna sebagai Kota Madani atau Kota yang Beradab.
Cukup sudah Bangunan Makodim yang
menjadi Ramayana. Tercatat, beberapa elemen masyarakat yang tergabung dalam
Forum Peduli Kota Serang (FPKS) seperti : Ikatan Arsitek
Indonesia Provinsi Banten, Bantenologi, Banten Creative Community, Rumah Dunia, Motor Literasi Banten, Paduraksa, Hip Hop Serang, Angkatan
Perubahan Banten, The HUD Institute, Relawan
FBn, Forum Seniman Banten, Lumbung
Kreatif, Forum Lingkar Pena, Banten Bersih dan lain-lain, tidak ingin
jejak-jejak sejarah Peradaban di Kota Serang ini dihilangkan atas nama
Pembangunan, Janji-Janji dan program kerja. Khusus untuk Revitalisasi Banten
Lama, yang pembangunannya sedang berjalan,
rancangan Revitalisasi Banten Lama ini salah secara substansi, terlepas
dari kontroversi pelanggaran proses pelaksanaan konstruksinya.
Banten Lama memiliki nilai sejarah dan
budaya yang tinggi, karena di penghujung abad ke 16, Banten merupakan Kawasan
Pusat Peradaban Islam yang tinggi dan berwibawa dengan unsur yang dominan
sebagai landmarknya adalah Masjid Agung Banten dan Istana Surosowan. Selain
itu, ditunjang juga oleh Sistem Pengairan dan Pengolahan Air Bersihnya yang
sampai saat ini belum dapat ditiru. Banten Lama juga merupakan contoh tata kota
Islam dan arsitektur yang menggabungkan langgam budaya Hindu, Budha dan Islam.
Selain itu, Banten Lama memiliki peninggalan paling lengkap sebagai Kota
Pelabuhan dan Perdagangan Internasional dengan penduduknya yang multi kultural.
Peninggalan fisik yang menunjukkan tinggi dan berwibawanya Peradaban
Kesultanan Banten seperti Masjid Pecinan, Masjid Agung Banten, Alun-Alun,
Istana Surosowan, Menara Masjid Agung Banten, Gedung Tiamah, Jembatan Rante,
Istana Kaibon, Klenteng, Benteng Speelwijk, Pelabuhan Karangantu dengan sarana
dok dan pergudangannya, Situ Tasikardi dengan saluran serta instalasi
penyaringannya, Kampung Pengrajin Gerabah, Kampung-Kampung yang disesuaikan dengan
mata pencahariannya, Kanal untuk transportasi dan perdagangan.
Sebagai tempat dengan Sejarah dan Nilai
Peradaban yang sangat tinggi, Banten Lama hendaklah dipelihara dan dilestarikan
untuk generasi kini dan yang akan datang. Pembangunan di Banten Lama hendaklah
dilakukan dengan sangat berhati-hati agar tidak mengubah susunan dan struktur
ruang yang menyimpan nilai-nilai sejarah tersebut di atas. Pembangunan di
Banten Lama yang dilakukan oleh Pemkot Serang dan Pemprov Banten, itu bukan
Revitalisasi, karena menghilangkan susunan dan struktur ruang serta mengubah karakter
Kawasan Kesultanan Banten Abad 16 yang justru merupakan keunikan Banten Lama
dan warisan yang sangat berharga dan tak tergantikan. Hal inilah yang merupakan
kesalahan mendasar konsep pembangunan Banten Lama.
Betonisasi Kanal, Kredit Photo : Ahmad Syafe'i.
Dari progress pembangunan yang sedang berjalan
itu, alih fungsi sawah menjadi terminal, betonisasi kanal, perkerasan Alun-Alun
Banten dengan material marmer/granit dan pemasangan payung-payung seperti di
Masjid Nabawi sangat a-historis dan merusak karakter Masjid Agung Banten, tidak
seharusnya ada di Banten Lama yang merupakan peninggalan terlengkap tata kota
Masa Kesultanan Banten abad 16. Itu seperti taman-taman modern yang bisa
dibangun di mana saja tapi tidak di Banten Lama. Bentuk-bentuk itu mengaburkan
pengetahuan generasi yang akan datang tentang tata kota masa itu yang hanya
bisa dilihat di Banten Lama.
Kredit Photo : Ahmad Syafe'i.
Elemen masyarakat yang tergabung dalam FPKS
sangat mendukung Pembangunan Masjid Agung Kota Serang, tapi lokasinya bukan di
tengah Alun-Alun Barat Kota Serang. Begitu juga dengan ide merevitalisasi
kawasan Banten Lama, tetapi tidak dengan mengubah susunan dan struktur ruang
yang langka, bernilai dan tak tergantikan. Masih banyak cara untuk
menghidupkannya kembali sambil tetap memelihara keasliannya.
Comments