Inovasi Kota Kecil
Selalu ada yang menarik dari Pendidikan
dan Pelatihan Kepemimpinan atau biasa disingkat Diklat PIM III Pola Baru yang
sedang Saya jalani selama 4 bulan. Salah satunya adalah materi di minggu ke
empat bulan September ini yang disampaikan oleh Widya Iswara Pak Endan
Suwandana dengan Materi Berfikir Kreatif dan Inovatif.
Beliau bercerita tentang pentingnya
berinovasi untuk Kesejahteraan dan Kebahagiaan Masyarakat. Sebagai contoh kasus
adalah Kota Kecil di Kabupaten Lebak, yaitu Rangkas Bitung.
Tiap malam minggu, di alun-alunnya,
selalu berkumpul komunitas-komunitas atau kelompok masyarakat, ada komunitas
motor ceper, ada komunitas motor vespa dan lain sebagainya. Orang-orangnya ada
yang bermain gitar, berdiskusi atau hanya sekedar bercanda.
Ada perasaan senang tatkala melihat
mereka bisa berkumpul. Ada juga perasaan sedihnya, yaitu generasiku tidak
memiliki ruang publik yang bisa menyalurkan hobby, bakat dan kreativitas.
Karena, ruang publik yang ada belum bisa memotivasi dan tidak kreatif.
Lalu, beberapa tahun belakangan ini
booming lapangan futsal, tapi bukan dibangun oleh pemerintah, malah swasta.
Lumayan bisa menyalurkan energi berlebih disaat lapangan bola sudah banyak
beralih fungsi. Kebanyakan dari mereka itu lulus hanya tingkat sma saja dan
kemudian nganggur. Tingkat pengangguran tinggi dan lapangan kerja terbatas bagi
generasi yang baru lulus (tanggung), tidak punya keahlian dan keterampilan.
Begitu pun dengan generasi tuanya yang
tidak memiliki ruang publik untuk mengisi waktu weekend dan sangat monoton,
sehingga indeks kebahagiaannya rendah. Ibu-ibunya belanja di mall,
bapak-bapaknya menunggu ibu-ibunya belanja.
Oleh karena itu, Pemerintah harus hadir.
Pemerintah di daerah harus bisa menciptakan "pasar". Contoh
manasik-manasikan haji bagi anak-anak paud. Setiap ada acara manasik haji,
pasti macet semacet macetnya, konveksi sibuk menyiapkan kain putih, tukang
balon, tukang gorengan, tukang onta-ontaan, tukang photo dan lain-lain semuanya
tumplek jadi satu.
Jika pemerintah menciptakan pasar, maka
akan ada perputaran ekonomi, akan banyak bangkitan-bangkitan yang timbul.
Contoh lain adalah lomba pidato bahasa inggris, hadiahnya ke Singapura.
Dampaknya adalah orang akan berlomba-lomba untuk ikut. Ada lapangan pekerjaan
baru dari lomba pidato bahasa inggris, buat hadiahnya yang bombastis dan
konsisten.
Kompetisi regular diadakan di tingkat
kabupaten/kota/provinsi. Seperti City Hall nya Bremen, sebuah kota di Germany,
setiap minggunya selalu ada event yang berkelanjutan. Tinggal di kota kecil
tapi jiwa nya bahagia.
Fenomena batu akik pun demikian,
lagi-lagi pemerintah tidak hadir. Tidak ada hibah, pendampingan dan lain-lain.
Terjadi juga pada antorium, ikan lohan atau bmx ekstreme. Karena trendnya tidak
terjaga, jadi batu akik menghilang. Seharusnya, yang jaga trend adalah asosiasi
batu akik. Pemerintah hadir untuk memberi capacity buildings seperti mengadakan
kontes, pameran, dialog. Semua kearifan lokal bisa dijadikan trigger buat
asosiasi.
Sebenarnya, kegiatan-kegiatan seperti
lomba panjat dinding, atau yang sedang hit, ultra marathon, tidak ada harganya,
tapi diciptakan pasarnya. Contoh yang masih konsisten ada adalah Adu burung
berkicau yang dijaga trendnya oleh asosiasinya. Dari bisnis burung, pakan yang
jalan, kerajinan kandang dan lain-lain.
Jadi, Pemerintah cukup jadi
regulator dan trigger saja, selanjutnya dijalankan oleh asosiasi atau
swasta. Buat sarananya seperti tempat-tempat civic center untuk berkreativitas,
cinema dan gymnasium. Buat kegiatan penunjangnya, kompetisinya harus berkelanjutan,
buat festival dan pertunjukan dan jangan lupa peranan media dan penguatan
kelembagaan.
Semuanya bisa membuat
anak-anak muda bisa aktualisasi diri dan menyalurkan energi positif dan
mengurangi pengangguran. Buat program Satu ijazah 3 keahlian. Selain anak-anak
muda, generasi tua nya pun dapat mengisi weekend bervariasi. Jadilah
Kabupaten/kota tersebut memiliki program seribu bakat, seribu event untuk
segala usia.
Comments