Wisata Edukasi Bambu Nusantara : Edisi Payakumbuh Botuang Festival

Tanggal 30 November - 3 Desember ada event Payakumbuh Botuang Festival (PBF). Sebuah event yang mengangkat bambu sebagai peradaban Payakumbuh yang tidak dimiliki oleh tempat lain. Syukur Alhamdulillah, Saya diundang sebagai peninjau sekaligus bisa memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Teknik Sipil STT Payakumbuh dan Workshop Bambu. Mapping database potensi bambu pun bisa dilakukan menggunakan aplikasi bambunusa. Ini adalah event hebat yang dilakukan oleh Pemerintah Kota dengan mengangkat peradaban lokal, meskipun event ini baru pertama kali dilaksanakan. Wisata Edukasi Bambu Nusantara pun jadi lebih lengkap dan menyenangkan.

Awal keberangkatan dari Jakarta, saya sempat suntuk juga karena pesawat Lion Air delay sampai 6 jam. Harusnya berangkat jam 17.55, tapi baru bisa take off jam 23.55. Untungnya semua penumpang diberikan snack, makan malam dan kompensasi uang sebesar Rp. 300.000,-. Meskipun masih tidak sesuai dengan waktu yang terbuang dan pikiran yang lelah. Sementara Bu Astuti yang jemput saya dengan sabar menunggu di Padang. Sekitar jam dua lebih, saya sampai di Padang, langsung naik Mobil jemputan Bu Astuti bersama suami dan dua anaknya. Mohon maaf ya Bu dan Pak, kelamaan menunggu sampai anak-anak harus tidur di Mobil. Jadinya hotel buat saya menginap dibatalkan karena delay dan menginap di rumah mertuanya Bu Astuti di Padang Pariaman.




Sebuah Rumah Lama yang mewah (mepet sawah), terletak di jalan lintas Sumatra, Asri dan Sejuk dengan view bagian dapur dan tempat makannya adalah hamparan sawah dan kebun. Airnya pun masih segar dan dingin menyehatkan. Sarapan paginya nikmat sekali, ketupat sayur daun pakis pedas khas Sumatra Barat dengan telur rebus, kerupuk sagu, kerupuk jengkol dan bakwan panas serta air putih hangat. Ini adalah salah satu kuliner kebanggaan Padang Pariaman.


Sekitar jam 7, kami berangkat menuju Payakumbuh dengan agenda memberikan Kuliah Umum untuk Mahasiswa Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Payakumbuh (STTP) dan Pembukaan PBF. Sepanjang perjalanan, saya menikmati bentang alam jalan lintas Sumatra dengan deretan rumpun bambunya yang melambai-lambai mengikuti angin. Rumah Gadang, Hamparan Sawah, Sungai, Perkebunan, Bukit, Gunung, Tebing, Air Terjun, Danau dan Bukit Barisan. Dan juga, yang tidak kalah penting, yang membuat saya selalu semangat dan bahagia, adalah mengumpulkan database potensi Bambu menggunakan aplikasi bambunusa. Semuanya ada diperjalanan ini.




Akhirnya, sampai juga di tempat untuk memberikan kuliah umum. Tempatnya bukan ruang kelas ataupun auditorium seperti layaknya sebuah kuliah umum. Tapi sebuah tempat yang nantinya akan menjadi restoran dan rest area dengan konsep yang alami, dinding dan plafondnya dari tanaman merambat. Sekarang masih tahap finishing. Di sekelilingnya adalah tebing-tebing batu yang bisa diolah untuk wisata outdoor. Sambil menunggu kesiapan untuk memberikan kuliah umum, saya keliling dan memotret menggunakan aplikasi lingkungan dan mendata Bambu yang ada di sebrangnya menggunakan bambunusa. Selesai memberikan kuliah umum, saya sholat jumat dan makan siang bersama civitas akademi STTP, kemudian menuju venue pembukaan PBF di Panorama Ampangan. Sambil menunggu pembukaan yang rencananya dilakukan sekitar jam 16, Saya dikenalkan oleh Bu Astuti kepada Para Panitia dan Pejabat Payakumbuh, juga menikmati persiapan Orkestra dan tak lupa menyerahkan 22 bibit Bambu yang akan ditanam di sekitar venue.













Panorama Ampangan adalah sebuah puncak bukit yang dulunya penuh dengan semak belukar dan dipakai untuk tempat pacaran. Viewnya indah sekali, ada Kota Payakumbuh, Bukit Barisan, Gunung Sago, Gunung Marapi dan Gunung Singgalang. Dikala malam, kerlap kerlip Kota Payakumbuh seperti kunang-kunang yang sekarang sulit ditemui. Para pegiat seni dan akademisi berkolaborasi untuk menjadikan Panorama Ampangan sebagai Civic Center dengan mengadakan PBF untuk pertama kalinya.


PBF merupakan event yang hebat dengan memunculkan salah satu peradaban nusantara yang selama ini tidak menjadi perhatian. Bambu besar, atau Botuang dalam Bahasa Minang, tampil dalam bentuk instalasi, panggung, sculpture, street furniture, tempat duduk dan wall of fame. Menikmati gladi resik orkestra di panggung utama dengan view alam Kota Payakumbuh itu meningkatkan kebahagiaan, ditambah lagi angin semilir yang sejuk menambah beban mata untuk dipejamkan karena memang kurang istirahat. Acara dimulai dengan menampilkan para model yang menggunakan instalasi bambuuntuk pakaian. Dan saya pun didaulat untuk mendampingi Bu Astuti untuk memberikan Orasi tentang Bambu di hadapan Masyarakat, Pegiat Seni, Para Peninjau, Anggota DPRD dan Wakil Walikota Payakumbuh. Selesai orasi dilanjutkan dengan atraksi budaya tari-tarian dan konferensi pers dan diakhiri dengan menanam bambu dari bibit yang saya bawa dari Akademi Bambu Nusantara Serang dan Tangsel.

Selesai acara, saya menginap di Mess Dosen STTP. Malamnya diajak makan rendang paling enak di dunia, yaitu di Rumah saudaranya Bu Astuti di Kabupaten 50 Kota. Lelah, ngantuk dan kurang istirahat ini terbayar setelah menikmati makan malam dengan berbagai macam lauk yang diolah menjadi rendang. Di sinilah kampung rendang itu berada, semuanya mengambil rendang di kampung ini kemudian diberi label lalu dijual kembali. Tak lupa, saya pun diberikan dua bungkus untuk dibawa ke Jakarta. Terbayar sudah rasa lelah ini, meskipun tidak bisa mengikuti konser orkestra dan baca puisi di Panorama Ampangan. Begitu sampai di Mess, setelah sholat 'Isya, saya langsung tertidur. Saat adzhan Subuh berkumandang, saya bangun dan Sholat di Masjid terdekat, kemudian Saya jalan kaki menikmati pemukiman di sepanjang jalan menuju Panorama Ampangan.


Inilah kebahagiaan hidup yang diimpikan, tidur nyenyak, bangun pagi, sholat subuh berjamaah di Masjid, menghirup udara pagi yang bersih tanpa polusi. Disetiap titik yang viewnya bagus, persimpangan jalan, gerbang, sign age dan lain-lain, saya tandai dengan aplikasi SiFasKoJa. Kalo ada Rumah Gadang, industri rumahan, lahan perkebunan dan lahan persawahan, saya tandai dengan aplikasi SiLaLaBan. Untuk bambu, saya gunakan aplikasi bambunusa. Itulah aplikasi-aplikasi lingkungan yang membuat travelling jadi lebih menyenangkan. Dengan aplikasi-aplikasi lingkungan yang sudah saya buat tersebut, saya bisa membuat peta lingkungan dan peta perjalanan. Objeknya di potret memakai aplikasi dan kita input data klasifikasi dan keterangan lainnya yang ada di menu aplikasi. Berbeda dengan kamera biasa, aplikasi-aplikasi tersebut secara otomatis mengelompokkan sesuai dengan data yang di input, ada info grafisnya berikut nama wilayah dan titik koordinatnya. Jadi saya tidak perlu repot-repot lagi mencari data, misal jika ada tempat kuliner yang enak, tapi lupa lokasinya, saya bisa melihatnya di menu peta lokasi/sebaran. Selfie dan welfie pun masih bisa dilakukan, jadinya masih bisa eksis dan narsis di sosial media.













Nah ini salah satu rezeki Pegiat Bambu yang berjalan kaki, selain baik untuk kesehatan, saya juga dapat menemukan titik spot yang bagus, sign age buatan dan alami, Rumah Tradisional, Industri rumahan untuk membuat keripik mande dan pengrajin kurungan ayam dari bambu. Dari plank yang berada di pertigaan jalan, ternyata pemukiman yang menuju Panorama Ampangan itu merupakan Desa Pengrajin Bambu yaitu khusus membuat kurungan ayam. Namun sayang belum efektif, efisien dan ekonomis karena bahan bakunya didatangkan dari luar dan limbahnya dibuang atau dibakar. Edukasi singkat pun Saya berikan ke Pak Deli dan isterinya, salah satu pengrajin bambu di kelurahan Kapala Koto, mulai dari memanfaatkan limbah menjadi kerajinan seperti gelas bambu, perlunya menanam bambu di sekitar desa sampai cara membuat bibit bambu dan mendata bambu menggunakan aplikasi bambunusa. Contoh gelas bambu pun Saya berikan, dan sorenya, Pak Deli memberi kabar via WA kalau dia sudah membuat gelas bambu. Senang sekali rasanya bisa berbagi, semuanya bahagia!


Sebelum acara makan Bajamba, Saya dan Bu Astuti serta Pak Satoru, mengecek kembali bibit bambu yang di tanam panitia. Ternyata satu lubang di isi 5 bibit, rupanya panitia ingin bibitnya cepat berumpun. Jadilah kami bongkar lagi dan kami tanam satu lubang satu bibit. Setelah itu turun hujan gerimis, ya Allah, ini semua berkah menanam kebaikan.



Hari ini, jadwal PBF adalah menikmati budaya tradisional seperti makan Bajamba di tengah sawah, melihat lomba itik terbang, pencak silat dalam lumpur sawah dan mengangkat bubu tempat mancing belut. Semuanya adalah peradaban yang tidak dimiliki oleh negara lain. Di sini letak nilai jualnya yang sangat tinggi. Hamparan sawah dengan Barisan bukit dan Gunung, ibu-ibu berbaris membawa makanan Tradisional di atas kepala dengan pakaian adatnya. Para pemudanya asek memegang itik untuk diterbangkan, yang lain bersiap-siap untuk menguji ketangkasan di Lumpur sawah. Kemudian ditutup dengan tradisi Malukah Baluik, yaitu menangkap belut menggunakan bubu yang disimpan di galengan sawah. Sungguh sebuah peradaban nusantara yang kaya dengan nilai spiritual dan eksotika seni budaya.













Setelah gelar peradaban selesai, saya pulang ke mess untuk istirahat. Sorenya ada session diskusi dan memberi masukkan di hadapan Wakil Walikota Payakumbuh. Karena tidak ada yang jemput dari panitianya, masukannya saya berikan via group wa. Ini beberapa masukkannya :
1. Undang para blogger.
2. Buat buku panduan bagi wisatawan.
3. Ajak anak-anak jurusan Desain, Arsitektur dan Sipil untuk membuat instalasi bambu.
4. Adakan workshop tentang Bambu.
5. Jangan lupa menanam Bambu.
6. Wisatawan diajak juga untuk mengetahui dan ikut dalam proses, seperti kerajinan membuat kurungan, wisatawan ikut membuat, budaya makan Bajamba, wisatawan bisa ikut masaknya dan lain-lain.

Dan, malam penutupan pun tiba, tadinya saya hanya ingin di Mess saja istirahat sambil siap-siap packing untuk pulang. Tapi karena saya belum pernah menikmati suasana malam di Panorama Ampangan, ditambah lagi yang akan menutup adalah Gubernur Sumatra Barat, jadilah saya ke acara penutupan PBF. Meriah sekali malam minggu dan bulan purnama di Panorama Ampangan. Ini pesta rakyat yang berhasil. Bisa menggerakkan perekonomian rakyat. Menampilkan seni dan budaya yang merupakan peradaban nusantara. Hujan pun menutup event PBF.
Semuanya bahagia, selamat tinggal Payakumbuh, InsyaAllah saya akan kembali menengok anak-anak saya yang ditanam di lereng Panorama Ampangan.


Comments

Popular posts from this blog

Pepadone Wong Serang, Kamus Base Jawe Serang

Legenda Desa Gunung Malang

Tanah-Tanah Strategis di Kota Serang