Tarung dengan Para Penunggu Rinjani

Ada yang pernah naik Gunung Rinjani?

Ah sayang sekali jika belum pernah ke sana, salah satu gunung yang terindah yang dimiliki Indonesia, juga memiliki legenda cerita yang jarang sekali orang temui.


Saya pernah, ya hanya sekali, di tahun 1997, pulang dari Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Lombok Bali Sumbawa (LOMBAWA) mahasiswa Arsitektur ITB.
Dikala teman-teman pulang ke Bandung dari Bali naik pesawat Hercules, saya, Ary AR.90 (alm.), Ferdi AR93, Dini AR94, Christin AR95 dan Ve AR95 malah memutuskan kembali ke Lombok menggunakan kapal laut super lamban. Tujuan kami adalah naik Gunung Rinjani, entah kenapa saya dan teman-teman kepikiran untuk melakukan itu, kagak capek apa ngubek-ngubek kampung pedalaman Lombok Sumbawa selama 2 minggu?
Sesekali melintas dengan cepat kapal jetfoil, sementara kami terombang ambing di tengah lautan Selat Lombok. Di bawah bulan setengah purnama, di geladak kapal, merenung sendiri, terkadang ada juga rasa sesal dalam diri saya, ngapain kamu capek-capek balik ke Lombok buat naik gunung, sementara teman-teman mu sudah sampai di rumah, mandi air hangat, makan dan tidur nyaman. Ah.... pasti ada yang lebih seru dan menantang dibandingkan mereka, apalagi ini adalah gunung api tertinggi kedua setelah Kerinci.
Tiba di Lombok, kami bermalam di sekertariat Mapala Universitas Mataram. Di sana kami berkenalan dan berdiskusi mengenai rencana perjalanan kami ke Gunung Rinjani. Beginilah enaknya jadi penjelajah alam, banyak teman dan saudara yang akan menerima dan menjamu seperti Raja. 
Paginya, kami belanja perbekalan untuk naik gunung dan diantar ke Terminal Sweta yang merupakan titik awal transportasi menuju pos Gunung Rinjani jalur Sembalun.
Di terminal ini, salah seorang senior Mapala Unram, namanya Bang Iwan, tiba-tiba mengumpulkan anak-anak kecil sekitar 10 orang lebih, umur 14 tahun sampai 16 tahun sambil berkata, 
"....sini semuanya...! Kumpul..!! Liat yah teman-teman saya ini, jangan diganggu kalo datang ke terminal ini, dibantu yah mendapatkan elf yang aman dan nyaman...!" 
Widiwww, semuanya pada hormat sama Bang Iwan, dan yang lebih mengagetkan, ternyata mereka semua pencopet cilik yang sangat ditakuti oleh para penumpang di Terminal Sweta. Jadi.....? Bang Iwan ini adalah Raja Copet dong....! Dan Beliau pun tertawa ngakak tanpa dosa. Sayangnya, Bang Iwan tidak bisa ikut kami ke Rinjani, beliau hanya mengantar sampai terminal dan menugaskan salah satu juniornya untuk ikut mendaki Rinjani menemani kami.
Sekitar siang menjelang sore, kami tiba di gerbang pendakian Rinjani jalur Sembalun. Rileks sebentar setelah mengalami perjalanan melelahkan selama sekitar 2.5 jam duduk dalam mobil elf, makan siang yang agak telat, akhirnya kami mulai pendakian ini dengan target ngecamp di pos 2, tak lupa, kami berdo'a dulu memohon keselamatan dan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Di sinilah cerita perjalanan spiritual bertarung melawan para penunggu Rinjani dimulai.
Perjalanan menuju pos 1 melewati padang ilalang yang jarang sekali terdapat pohon. Sebenarnya tenaga kami masih 'full tank' karena habis makan. Tapi kok sepertinya kami sudah ingin istirahat lagi. Jalan pun terasa lambat, apa karena masih landai dan matahari pun masih terik menyinari Bumi.
Menjelang pos 1, waktu sudah mendekati sore, tiba-tiba, saya yang berjalan paling belakang dikejutkan oleh kemunculan seekor babi hutan yang datang menyeruduk dari arah samping. Refleks saya menghindar dan alhamdulillah selamat hanya terjatuh saja. Ary, yang paling dekat dengan saya pun kaget melihat saya tiba-tiba jatuh.
"... ada apa Das..?"
"..nggak, nggak ada apa-apa.." jawabku sambil mikir dia kayaknya nggak lihat itu babi hutan.
Sampai di pos 1 sudah masuk waktu maghrib. Target pos 2 tidak tercapai, akhirnya kami putuskan untuk ngecamp di pos 1, karena sangat tidak dianjurkan hiking di gunung di waktu malam. Malam adalah waktunya istirahat, begitu kata senior-senior saya mengajarkan cara hiking yang baik dan benar.
Pos 1 ini sebenarnya bukan tempat yang ideal buat ngecamp. Kondisinya tidak ada pepohonan dan terbuka, sehingga rawan mendapatkan serangan, terutama angin dan binatang liar. Tadi saja menjelang pos 1 hampir diseruduk babi hutan hitam.
Tenda pun akhirnya dipasang, kemudian menyiapkan santap malam ala orang gunung. Selesai makan, teman-teman yang lain langsung masuk ke tenda. Mungkin kecapean, padahal baru sampai di pos 1. Sedangkan saya, tidak mau melewati malam yang cerah di bawah langit yang bertabur bintang dari dalam tenda. Saya pun menggelar sleeping bag di luar tenda dan masuk ke dalam sambil kepala menengadah ke arah langit. Menikmati bintang-bintang yang bertaburan kerlap kerlip. Sesekali ada bintang jatuh berseliweran di angkasa. Tak lupa peralatan keamanan seperti belati dan golok berada di samping saya.
Lama saya termenung dan hanya ditemani bunyi-bunyi serangga malam, sampai saya tidak tahu waktu sudah jam berapa. Tiba-tiba saya merasakan ada sekelebat bayangan yang mengelilingi saya. Banyak sekali dan cepat, selintas seperti babi dan kuda yang sangat besar. Mengeluarkan desiran angin disertai suara ringkik dan desah nafas babi yang sangat menyeramkan. Menambah dinginnya suasana dan gaduhnya para penghuni alam ghaib. Di situlah tubuh saya terasa kaku, untuk menoleh ke samping pun tidak bisa, termasuk tangan. Padahal di sisi kedua tangan ini terdapat 2 golok, satu golok daging, satu lagi golok dagang. Tapi dua-duanya tidak bisa digunakan, beku di tengah rasa ketakutan yang baru dialami seumur hidup.
Di situlah saya khusu' mengingat Allah SWT, terus menatap langit sambil berdzikir. Anehnya kuda dan babi itu setiap menyerang saya, selalu terpental dan kemudian berputar lagi mengelilingi saya. Entah sudah berapa lama saya berada dalam pusaran kuda dan babi, sampai perlahan-lahan, binatang jahanam itu menjauh. Seperti ada kekuatan dahsyat yang menghalau binatang itu.
Ternyata benar, ada sesosok bayangan putih berjalan berselimut kabut tipis menghampiri saya. Berjalan perlahan dengan rambut dan pakaian putih panjangnya terurai melambai dihembus angin. Dengan wajah yang pucat pasi tertutup kabut tipis, sosok tersebut seperti menghardik binatang-binatang jahanam yang akhirnya pergi menjauh.
Seketika itu juga, saya tersadar dan masih merasakan suasana yang menyeramkan dan mencekam. Meskipun sudah tidak ada lagi bayangan binatang-binatang jahanam dan sosok perempuan yang berwajah pucat pasi. 
Waktu sepertinya sudah masuk subuh dan ternyata posisi saya sudah menjauh dari tenda. Waduh, jadi semalaman sampai subuh ini saya dihantam sama binatang-binatang jahanam itu sampai berguling-guling menjauhi tenda. Saya pun cepat-cepat ambil wudhu dan melaksanakan sholat subuh. Alhamdulillah ya Allah selamat, masih diberikan hidup menikmati waktu subuh yang syahdu ini. 
"...wah tumben subuh-subuh dan bangun Das..!"
Sapa Ferdi dari balik dalam tenda yang hanya memunculkan kepalanya saja mengagetkan saya.
Namun saya enggan bercerita kejadian semalam, takut membuat teman-teman tidak semangat lagi ke puncak Rinjani. Apalagi perjalanan masih panjang.
Setelah menyiapkan sarapan pagi, bongkar tenda dan berkemas, akhirnya, kami melanjutkan perjalanan menuju Camp Segara Anakan. Di pos 2, kami istirahat sambil mengisi perbekalan air minum. Pos 2 ini adalah camp yang ideal, salah satunya terdapat sumber air.
Waktu mengambil air, saya bertemu dengan bapak pencari kayu bakar. Sebenarnya aneh juga sih, melihat bapak itu sedang mengumpulkan kayu, sedangkan perkampungan terdekat jaraknya bisa 5 jam jalan kaki. Tapi saya tidak mau memusingkan hal seperti itu, ini kesempatan untuk bertanya tentang kejadian semalam. Mudah-mudahan bapak itu bisa menjawab karena sepertinya merupakan penduduk di kaki Gunung Rinjani.
Dugaanku ternyata benar, setelah saya ceritakan kejadian semalam, si bapak malah bilang seperti ini,
"...kenapa kamu tidak minta cincin ke perempuan itu...?"
"..yaelah bapakkkk, mana sempet mikirin minta cincin, saya masih bernafas sampai sekarang saja sudah syukur alhamdulillah...!" 
Jawab saya sambil melongo
"..bersyukur kamu itu ditolong sama penunggu Gunung Rinjani yang baik hati, namanya Dewi Anjani, sedangkan kuda dan babi itu binatang-binatang piaraannya penunggu gunung ini juga, tapi yang jahat dan suka mengganggu, samalah seperti manusia, mereka juga ada yang baik dan ada yang jahat, dan pos 1 itu adalah tempatnya para penunggu yang jahat, mungkin kalian bermalam tanpa minta izin dulu..., InsyaAllah perjalanan kalian akan mudah dan lancar, yang penting setiap melakukan sesuatu itu harus minta izin dulu yah, karena di gunung ini setiap tempat yang dilewati sudah ada penunggunya ..."
Oooh, saya baru mengerti sekarang, babi yang menyeruduk menjelang pos 1 itu sebagai penanda bahwa wilayah ini ada penunggunya, jadi harusnya sebelum ngecamp, harus minta izin dulu. Tapi kenapa saya yang diserang yah. Mungkin karena saya tidur di luar sambil mawa bedog, jadi dikira saya penjaganya. Mungkin..... mungkin..... mungkin, ah sudahlah yang penting sudah terjawab. Terima kasih bapak atas penjelasan dan wejangannya.


Akhirnya, kami dimudahkan dan dilancarkan sampai ke puncak Rinjani dan pulang dengan selamat. Baru setibanya di kaki gunung, saya ceritakan pengalaman bertarung dengan para penunggu Rinjani ke teman-teman.





Terima kasih semuanya, sampai jumpa di cerita kismis lainnya, InsyaAllah saya akan menceritakan kisah bertemu dengan teman kecil di Gunung Kerinci.

Comments

Popular posts from this blog

Pepadone Wong Serang, Kamus Base Jawe Serang

Asal Usul Jalan Kiyai Haji Sulaiman di Kota Serang Banten

Kisah Gantarawang dan Abah Manta Sang Kuncen Terakhir