CATATAN WORKSHOP BAMBU DI PONDOK BULUH SIMALUNGUN SUMATERA UTARA


Perjalanan Silangit Parapat

Ini kali kedua bambuNUSA diundang ke Kawasan Danau Toba. Pertama oleh Kementerian PUPR untuk melihat Desa Wisata Tomok, kedua oleh Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) untuk mengembangkan Pondok Buluhh menjadi Desa Wisata. Pesawat sempat 3 kali mengalami turbulence saat akan mendarat di Bandara Silangit. Berdo'a adalah satu-satunya cara untuk berkomunikasi dengan yang Maha Kuasa. Alhamdulillah mendarat dengan selamat di Bandara Silangit. 
Silangit merupakan bandara yang baru dinaikkan statusnya menjadi Bandara Internasional untuk mendongkrak pariwisata Danau Toba. Jadi wajar masih dalam proses pembangunan, semuanya serba darurat, termasuk fasilitas kedatangan, menunggu bagasi dan toiletnya. Setelah selesai semua, Saya disambut oleh Ibu Yana dan Pak Sitopian di tempat parkir bandara, dan inilah titik nol nya Saya memulai pemetaan untuk memberdayakan masyarakat dengan bambu di Tanah Batak.


Sebelum ke Parapat, mampir dulu di Huta Ginjang, sebuah spot area yang paling kekinian untuk memandang Danau Toba. Spot area ini baru diresmikan oleh Jokowi sebagai penanda dimulainya Danau Toba sebagai Warisan Dunia dengan tagline Calderaof Kings!

Setelah puas mendokumentasikan Danau Toba dari Huta Ginjang, Saya mencicipi kopi Lintong di warung yang ada di kawasan ini. Seperti biasa, update status untuk cek ombak. Benar saja, ada yang langsung merespon untuk menyarankan mampir di Pizza Andaliman, Balige. Sempat terlewat dan diingatkan oleh Bang Tiopan driver kami, akhirnya kami singgah di Pizza Andaliman atau Toba Art.

Salam yah buat Bang Sebastian, demikian pesan teman Saya di WhatsApp. Dia ternyata pemilik dan penggagas TobaArt. Sedikit sekali type orang seperti Sebastian di tanah Batak. Banyak kisah yang sudah dituliskan Sebastian selama 10 tahun lebih merintis Toba Art. Mulai dari sepinya pengunjung sampai sewa lahan yang terbatas di pinggiran Danau Toba. Khusus mengenai lahan, ini yang paling unik karena ternyata lahannya tidak boleh dibeli oleh pendatang. Usaha Sebastian pun tidak sia-sia, saat ini Toba Art ramai dan terkenal, sewa lahannya pun bisa diperpanjang selama 25 tahun. Banyak yang sudah dikerjakan Sebastian untuk eksis di jalur wisata Danau Toba, salah satunya adalah memanfaatkan kearifan lokal seperti pizza yang diberikan saus andaliman, cara memasak menggunakan kayu, toko souvenir dari material alam, bahkan wastafel dari kayu dan mendidik anak-anak muda untuk berkreasi di Toba Art.

Sebagai kenang-kenangan, Saya bagikan ilmu tentang bambu dan desain rumah knockdown bambu. Tidak terasa, waktu sudah masuk jam 16.30, Kami pun cepat-cepat melanjutkan perjalanan menuju Parapat dan sudah ditunggu oleh Pak Basar dari BPODT. Diperjalanan Bu Yana cerita tentang kearifan lokal kampung yang ada di Tanah Batak, yaitu adanya bambu di sekeliling kampung yang terkesan membentengi dan menjaga kampung. Dari dalam mobil, Saya lihat pun begitu kondisi kampung-kampungnya. Banyak sekali bambu yang mengelilingi kampung sehingga ini menjadi modal sosial yang bagus karena sudah familiar dengan bambu.

Sampai di Parapat sekitar jam 20.00 dan langsung makan malam di Hotel Niagara sekalian berjumpa dengan Pak Basar. Sekitar jam 22.00 Saya check in di Hotel Parapat View.


Pagi hari yang syahdu di Hotel Parapat View, diiringi lagu-lagu rohani dari sebuah Gereja sekitar Parapat Danau Toba. Hari ini agendanya adalah Workshop Bambu di Pondok Buluhh, sekitar 30 menit sampai 45 menit perjalanan darat dari Parapat.

Catatan: Ramsiana Gultom
Sumber : Saman Saragih ( Op.Romianto) (80 thn)

Pondok Buluh pada masa tahun 1942 bernama Batu Onom Puluh (Enam Puluh). Disebut Batu Onom Puluh, karena jarak kota Medan ke Batu Onom Puluh sejauh 160 Km, jadi angka 60 tersebut dahulu dijadikan nama desa Batu Onom Puluh yang sekarang kita kenal dengan Pondok Buluh.
Kala itu, Negara Indonesia dijajah bangsa Jepang. Suasana di Batu Onom Puluh masih sangat sepi, masih hanya ada tiga rumah. Sepanjang dua kilometer arah Parapat ada satu unit rumah marga Harianja yang disebut Marihat Girsang. Lalu Jepang datang dan membangun sebuah pabrik semen sekira 500 meter dari Marihat Girsang. Tepat di pinggir jalan besar, Jepang membangun pabrik semen yang seluruh bangunan mulai dari tiang, dinding dan atapnya terbuat dari bambu. Tak hanya pabrik, Jepang juga membangun pondok pondok untuk tempat para pekerja yang juga terbuat dari bambu. Saat itu, mulai orang orang menyebut daerah pabrik itu sebagai Pondok Buluh. Sejak saat itulah, nama Batu Onom Puluh berganti menjadi Pondok Buluh dan kemudian semakin berkembang setelah Tuan Tanah mulai melepas lahannya dan dibagikan secara adat yang berlaku pada masa itu kepada para pendatang yang hendak turut bermukim di Pondok Buluh. 
Kini, Pondok Buluh berkembang menjadi desa cukup pesat pertumbuhannya. Desa ini juga kaya dengan berbagai jenis tanaman bambu yang tumbuh secara alami di sekitaran wilayah Pondok Buluh. Banyak warganya yang menggantungkan hidupnya dari hasil penjualan bambu. Selama ini bambu yang dihasilkan hanya berupa kandang dan bambu bulat, namun kini mulai dikembangkan oleh Pokdarwis Nauli Pondok Buluh menjadi salah satu desa wisata, dengan membangun satu kawasan hutan bambu yang dikelola secara profesional. Didalamnya akan dikembangkan taman bambu, konservasi bambu, pembibitan bambu dan pendirian rumah kreatif tempat bagi para pengrajin bambu berkreasi.


Dari hasil penelusuran Pokdarwis pada awal Februari lalu saat ini ada 12 jenis buluh (bambu) yang tumbuh secara alami di Pondok Buluh yakni Buluh Kuning, Buluh China, Buluh Bolon, Buluh Butar, Buluh Lomang, Buluh Tali, Buluh Peol, Buluh Lando, Buluh Suraton, Buluh Dasar dan Buluh Julur dan Buluh Sulim.
Harapannya, Desa Pondok Buluh akan menjadi sentra industri kerajinan bambu yang mampu mensuplai kebutuhan pasar lokal maupun internasional. Tidak ada kata terlambat, selagi masih ada waktu Pokdarwis Nauli Pondok Buluh akan bekerja keras mewujudkannya bersama para sahabat.


Dalam bayangan Saya, Pondok Buluh itu sebuah desa yang dikelilingi buluh (bambu), persis seperti desa-desa yang ada di jalan Balige - Parapat. Ternyata tidak demikian, sebagian besar lahan yang ada Buluhnya sudah beralih fungsi menjadi perkebunan. Ada kebun jeruk, kebun palawija dan lain-lain. Tempat rembugnya juga hanya sebuah kantor desa di pinggir jalan raya bukan balewarga di tengah desa.

Saat kami datang sekitar jam 9 pagi, baru 2 orang yang ada, yaitu Bu Yana dan Sekdes yang langsung minta izin karena ada acara keluarga. Melihat kondisi seperti ini, tadinya mau diputuskan besok saja kegiatan workshopnya, tapi besok pun hari minggu, banyak yang beribadah. Jadi, sambil menunggu warga, Saya minta melihat rumpun bambunya dulu. Sekitar 1 km dari kantor desa, Kami melihat rumpun-rumpun bambu yang berjejer di pinggir jalan raya.

Jam 10 an, Kami kembali ke KantorDesa dan sudah ada beberapa warga yang berkumpul, termasuk Kepala Desanya. Akhirnya, dengan segala keterbatasan yang ada, Workshop Bambu dimulai. Selesai workshop, Kami di ajak melihat lahan yang akan dijadikan Desa Bambu Milenial atau disingkat SABUMI.

Setelah melihat eksisting Pondok Buluh, Saya mengusulkan SABUMI PONDOK BULUH dengan konsep :
1. Hunian dari bambu model rumah tangguh type 50.
2. Interior, meubel, furniture, sepeda dan perlengkapan makan minum dari bambu.
3. Dapur menggunakan tungku dan konsep parasene.
4. Luas kavling 15 m x 15 m tanpa pagar.
5. Kawasan SABUMI dibentengi oleh rumpun bambu.
6. Aktivitas sehari-hari adalah melestarikan dan memanfaatkan bambu.
7. Sarana, Prasarana dan Fasilitas yang ada di SABUMI yaitu :
7.1. Pusat Informasi dan Kantor Pengelola
7.2. Gallery
7.3. Workshop
7.4. Homestay
7.5. Tempat Ibadah
7.6. Cafe
7.7. Ruang Serba Guna
7.8. Taman Bambu
7.9. Klinik
7.10. Pasar Ekonomi Kreatif
7.11. Plaza dan Amphitheatre
7.12. Co Working Space
7.13. Akses Internet

Dari konsep tersebut di atas, langkah-langkah yang harus dilakukan oleh BPODT adalah :
1. Membuat Masterplan SABUMI PONDOK BULUH.
2. Membuat DED SABUMI PONDOK BULUH.
3. Membangun SABUMI PONDOK BULUH.

Langkah-langkah tersebut di atas, dilaksanakan dengan model pemberdayaan masyarakat. Kami, dari Akademi Bambunusa cukup sebagai tenaga pendamping. Untuk memulai pemberdayaan, masyarakat bisa memanfaatkan bambu eksisting yang ada di Pondok Buluh untuk :
1.    Sedotan Bambu
2.    Gelas Bambu
3.    Air Bambu
4.  Bibit Bambu







Comments

Popular posts from this blog

Pepadone Wong Serang, Kamus Base Jawe Serang

Kisah Gantarawang dan Abah Manta Sang Kuncen Terakhir

Asal Usul Jalan Kiyai Haji Sulaiman di Kota Serang Banten