Rudat, Kesenian Tradisional Khas Banten yang Dibangkitkan Kembali
(Copas dari Makalah Antropologi (Pembimbing) Dosen Untirta seorang Sahabat Iman Teguh Prasetya)
Rudat adalah kesenian tradisional khas Banten yang merupakan perpaduan unsur tari, syair shalawat, dan olah kanuragan yang berpadu dengan tabuhan terbang dan tepuk tangan.
Rudat terdiri dari sejumlah musik perkusi yang dimainkan oleh setidaknya delapan orang penerbang (pemain musik ) yang mengiringi tujuh hingga dua belas penari.
Menurut beberapa tokoh Rudat, nama Rudat diambil dari nama alat yang dimainkan dalam kesenian ini. Alat musik tersebut berbentuk bundar yang dimainkan dengan cara dipukul.
Seni Rudat mulai ada dan berkembang pada masa pemerintahan Sinuhun Kesultanan Banten II, Pangeran Surosowan Panembahan Pakalangan Gede Maulana Yusuf (1570-1580 M).
Tidak banyak yang mengetahui siapa yang menciptakan kesenian ini, karena sekarang sesepuh yang mengetahui seluk-beluk Rudat sangat sedikit bahkan sebagian sudah meninggal.
Naskah yag berisi sejarah Rudat dan nilai-nilai filosofis tentang rudat pun hanya dimiliki oleh satu sampai dua orang yang salah satunya merupakan anak dari mendiang pemilik naskah yang menjadi sesepuh disana.
Meskipun tidak banyak yang mengetahui pencipta kesenian ini, warga Sukalila meyakini bahwa Rudat sebetulnya jurus silat yang dikembangkan menjadi tarian.
Langkah-langkahnya merupakan langkah-langkah silat yang dikembangkan menjadi tarian dan diiringi musik dan shalawat.Seni tradisional Banten ini menjadi rangkaiaan utama tatkala Kesultanan Banten mengadakan hajat besar atau dalam acara penyambutan tamu kehormatan yang berasal dari mancanegara.
Pasang surut Seni Rudat sangat erat kaitannya dengan sejarah Kesultanan Banten. Saat kedatangan Belanda, Seni Rudat malah terkubur. Pada zaman Sinuhun Kasultanan Banten IV Pangeran Panembahan Maulana Abdulmufakir Mahmudin Abdul Kadir (1596-1651 M) seni tradisional khas Banten ini benar-benar dilarang Belanda karena dicurigai sebagai ajang untuk mengumpulkan masa untuk berlatih bela diri dan menghimpun kekuatan untuk menentang Belanda.
Syeh Nawawi kemudian membangkitkan kembali Seni Rudat lewat muridnya yang asli dari Sukalila yang bernama Kyai Sulaiman.
Sejak itu Rudat dijadikan media penyebar ajaran agama Islam. Sampai saat ini seni Rudat diwariskan secara turun-temurun selama lima generasi di desa Sukalila.
Sampai sekarang desa Sukalila merupakan induk dari beberapa kelompok Seni Rudat. Di sinilah Seni Rudat asli Banten berakar dengan kuat. Warga desa ini menjadi satu dengan tradisional Rudat. Mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia gemar memainkan kesenian tradisional khas Banten ini.
“Kesenian ini sudah ada sejak saya belum lahir, sampai sekarang Rudat masih terus berkembang dan memiliki prospek yang cukup menjanjikan sehingga saya terus berkecimpung dalam kesenian ini selama kurang lebih lima belas tahun. Sampai sekarang warga desa ini tetap antusias berlatih dan menampilkan seni rudat di berbagai event. Baru-baru ini kami memperkenalkan Rudat di JHCC bersama Ully Sigar Rusady.” ungkap bapak Ubay.
Comments