Bupati ini Membangun Peradaban Masa Depan yang Ramah Lingkungan





Kota Oksigen, 

Kota dalam Kebun, 

Kota dalam Taman,

Masa Depan Manusia di Dunia.


Tubaba merupakan kependekan dari Tulang Bawang Barat. Sebuah wilayah di Timur Laut Provinsi Lampung hasil dari pemekaran Kabupaten Tulang Bawang.Tubaba bukan hanya sekedar singkatan dari Tulang Bawang Barat, tapi Peradaban Masa Depan Tulang Bawang Barat.

Topografi wilayah Tubaba cenderung datar dengan bentang alam mulai dari sungai, daerah genangan, embung, tanah daratan, tanah pertanian perkebunan dan bukit.

Tubaba tidak ada dalam penanda jalan lintas Sumatera, apalagi dalam peta wisata majalah-majalah yang ada di pesawat. Wilayahnya pun banyak genangan air luapan Way Kanan dan Way Kiri. Jadi, dibandingkan wilayah-wilayah lain, TuBaBa nyaris tidak memiliki potensi sumber daya alam selain perkebunan.

Namun, dibalik keterbatasan wilayahnya, TuBaBa berpotensi menjadi Masa Depan Kehidupan Manusia. Adalah Umar Ahmad, seorang Bupati kedua TuBaBa yang mempunyai Ide cemerlang dengan konsep Q Forest. Untuk mewujudkan idenya, Umar mendatangkan ahli-ahli yang mempunyai frekuensi yang sama dalam membangun TuBaBa.

Masa depan kehidupan manusia sejak Nabi Adam A.S. sampai sekarang tidak berubah, yaitu oksigen dan air. Dua sumber utama kehidupan itulah yang harus dijaga dan ditingkatkan untuk menjaga keseimbangan alam. 

Di TuBaBa ini, pesona peradaban Nusantara terhampar begitu eksotik. Bentang alam dan keunikan budayanya pun punya daya tarik sendiri. Ditambah kearifan lokal masyarakatnya dalam menjalani kehidupan, telah menjaganya menjadi daerah yang berpotensi menjadi paru-parunya Dunia.

Pernahkah kita melihat alat menangkap ikan air tawar yang terbuat dari bambu yang dianyam menggunakan tangan-tangan para pengrajin lokal yang memiliki sifat nemen (pekerja keras) nedes (pantang menyerah) dan nerimo (ikhlas menerima). Pernahkah kita mendengar tentang 9 kelompok masyarakat yang hidup damai menjalankan rutinitasnya sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Pernahkah kita berjalan menyusuri luasnya areal perkebunan yang melintasi wilayah tradisional seperti zaman Kerajaan Nusantara dengan namanya yang unik dan khas seperti Panaragan, Tiyuh, Gunung Sari, Indraloka, Pagar Buana, Lambu Kibang, Gunung Terang, Pagar Dewa, Gunung Agung, Way Kenanga, Tumijajar dan sebagainya. Pernahkah kita mendengar kokok ayam Berugo yang terkenal dengan sifat kepatuhannya dan menjadi inspirasi dalam menjalani kehidupan.

Semuanya itu ada di Tulang Bawang Barat yang merupakan Masa Depan Kehidupan Manusia , paru-parunya Dunia, berada di jalur lintas Timur Sumatera dan toll lintas Sumatera, Provinsi Lampung.

TuBaBa adalah Masa Depan Tulang Bawang Barat yang banyak belajar dari wilayah-wilayah lain seperti Baduy. Bermukim dalam tradisi masyarakat Nusantara seperti Baduy dan Banten Kidul tidak hanya sebagai tempat tinggal, di sinilah masyarakat melakukan ritual kehidupan. Ketika alam menyediakan sumber kehidupan, maka di situlah terjadi bentuk komunikasi antar individu, keluarga, masyarakat, sesama makhluk hidup dengan alam dan Penciptanya.

Tradisi tersebut tertuang dalam falsafah hidup “Leuweung Hejo Rakyat Ngejo“, Hutannya Hijau, Rakyatnya Makmur. Mereka punya kawasan yang disebut Tanah Tutupan, Titipan dan Olahan. Tanah Tutupan merupakan hutan yang boleh dimanfaatkan non kayunya. Luasnya ±51,2% dari luas kawasan tempat sumber air berada. Tanah Titipan adalah tanah yang dijaga dan dilestarikan untuk keseimbangan alam, berupa hutan dengan luas ±37,7% yang tidak boleh dimanfaatkan kayu dan non kayunya. Bahkan yang boleh memasukinya hanya Ketua Adat, itupun setahun sekali. Sisanya ±11,1% merupakan Tanah Olahan yang dimanfaatkan untuk perkampungan, persawahan dan lainnya.

Untuk Ketahanan Pangan, tahun 2012, Kasepuhan Banten Kidul menerima ‘Adhikarya Pangan Nusantara’ peringkat kesatu Nasional. Lahan persawahannya (±10,4%) mampu memenuhi lumbung padi (leuit) yang jumlahnya ribuan. Bahkan, ada padi yang usianya puluhan tahun masih layak dimakan dan dikeluarkan saat Upacara Seren Taun. Ini bukti hasil padinya melimpah dan tidak habis di makan sendiri walaupun panennya sekali setahun. Tahun 80an, masyarakat Banten Kidul menyumbang beras untuk bencana kelaparan di Afrika.

Untuk ketahanan lingkungan binaannya, belum pernah terdengar kejadian bencana alam yang diakibatkan ulah tangan manusia. Tanah Tutupannya mampu memberikan mata air dan cadangan yang melimpah sebagai sumber kehidupan. Keseimbangan alamnya pun tetap terjaga dengan adanya Tanah Titipan.

Untuk ketahanan papan, banyak tersedia material seperti kayu, bambu, ijuk, batu, pasir untuk membangun permukimannya. Polanya pun tertata dengan baik yang mengutamakan keserasian Adat, Agama/Kepercayaan dan Negara yang diwakili oleh Rumah Adat, Masjid dan Pendopo. Ketiga bangunan tersebut dikelilingi oleh lima bangunan yang melambangkan dasar adat ‘Tilu Sapamulu Dua Sakarupa Nu Hiji Eta-Eta Keneh‘, rukun Islam dan Dasar Negara Pancasila.

Dengan komposisi penataan ruangnya, masyarakat Banten Kidul memiliki kualitas hidup yang jauh lebih baik dibandingkan di perkotaan, dan memiliki peran yang besar dalam konservasi lingkungan, penanggulangan bencana serta pengembangan ekonomi rakyat.

Nilai-nilai dan filosofi itulah yang akan melengkapi Peradaban TuBaBa yang memiliki motto Ragem Pai Mangi Wawai (bersama menuju jalan kebaikan). Salah satu jalan kebaikannya adalah dengan menanam 4000 bibit bambu di Kecamatan Lambukibang. Bibit-bibit bambu itulah yang menandai dimulainya Revolusi Sebatang Bambu di TuBaBa, masa depan Tulang Bawang Barat Lampung.


Comments

Popular posts from this blog

Pepadone Wong Serang, Kamus Base Jawe Serang

Legenda Desa Gunung Malang

Tanah-Tanah Strategis di Kota Serang